Arsip Blog

Kamis, 20 November 2008

MINTA DIKUBUR ATAU NGABEN

I Gede Adnyana, FDGAH Dunia Maya Jika suatu saat anda meninggal anda akan minta dikubur atau di aben? Mungkin anda akan berfikir biaya ngaben cukup mahal baiknya di kubur saja toh badan dalah sampah. Cerita pengalaman sang Ayah beberapa waktu sebelum meninggal mungkin perlu disimak. Suatu malam ayahanda tercinta mimpi ketempat dimana begitu banyak rumah kecil mungil yang hanya bisa ditempati satu orang setiap rumah (mungkin kuburan). Disana begitu banyak orang dengan pakain dekil dan sangat kotor serta penuh lumpur. Ketika hujan turun orang orang akan mengambil tempurung kelapa untuk mengambil air hujan dalam kubangan sebagai minumanya. Beranjak dari tempat itu bertemulah Ayah dengan sang Kakak yang telah di aben, ternyata pakainya bagus-bagus, bersih dan rapi. Orang-orang ditempat itupun bersih-bersih, tetapi mereka semua diam tak mau bicara walaupun di panggil. Jadi setelah membaca cerita ini apakah anda minta dikubur atau Ngaben?

SETIAP ROH MENUJU SORGA

I Gede Adnyana, FDGAH Dunia Maya Sebagain besar dari kita mungkin bertanya, kemanakah kita setelah meninggal? Apakah yang akan terjadi pada roh orang yang telah maninggal? Apakah akan mendapat sorga atau neraka? Melalui artikel singkat ini saya mencoba berbagai pengalaman seputar perjalanan orang yang telah meninggal seperti mimpi yang pernah saya alami. Ketika seseorang telah menghembuskan nafas melalui sembilan lobang yang ada pada tubuh manusia maka ia akan mendapatkan dirinya telah berada dibalik pintu dimana terdapat sebuah taman dengan sebuah bangunan balai bertiang satu yang merupakan tempat peristirahatan Dewata. Jika selama hidupnya seseorang tidak bisa menempatkan dirinya, terutama tidak bisa menghormati yang lebih tua, lupa dengan tata krama, maka di tempat ini adalah tempat hukuman pertamanya. Sang roh karena ketidaktahuanya akan duduk diatas balai bertiang satu sambil menikmati taman yang indah. Tiba-tiba munculah sang penjaga yang amat garang memutar balai tersebut dengan sangat cepat sehingga siapapun yang duduk disana akan mabuk, mual dan muntah. Setelah turun dalam keadaan mabuk dan muntah lalu dipukuli dengan menggunakan gada. Ini adalah siksaan pertama bagi yang tidak tahu etika dan tatakrama. Berikutnya tibalah sang Roh di Paibon dimana ia akan memperoleh nasehat tentang perjalanan menuju padang penangsaran atau Hutan kegelapan. Bagi yang memilih jalan putih akan melewati padang penangsaran, yaitu berupa padang pasir yang amat kering dan tandus dengan hujan kristal yang amat tajam. Serpihan kristal itu tercipta dari airmata orang tuanya, semakin orang tuanya sedih dan dibuatnya menderita hujan kristalnya semakin banyak. Bagi yang berbakti pada orang tuanya luput dari serpihan kristal tajam. Bagi yang tak pernah berpuasa atau Bratha maka akan sangat kehausan dan kelaparan ditengah teriknya matahari. Bagi orang yang melaksanakan ilmu hitam akan mengambil jalur kiri dimana akan melewati hutan kegelapan, yang penuh duri dan pohon besar yang sangat menakutkan, dan sangat mengerikan seolah semua pohon yang berada dikegelapan itu berusaha meraih dan menariknya, rasa takut yang luar biasa dialami sang roh yang demikian. Ketika tiba diujung padang penangsaran maupun hutan kegelapan tibalah di sebuah bukit dengan pohon senjata (kayu curiga) yang menarik para roh untuk istirahat, karena disana terdapat sebuah pura yaitu pura padnga penangsaran. Begitu duduk dibawah pohon tiba-tiba tanaman menjalar penuh duri menjerat dan mengikat roh menempel pada batang pohon, lalu berjatuhanlah daun-daun yang sangat tajam. Setelah beranjak dari sana para roh menuruni bukit dan tibalah diperkampungan maya (tipuan), dimana penduduknya akan menyambut dengan ramah, mempersilahkan para roh untuk istirahat. Roh yang tertipu segera masuk kedalam rumah-rumah tersebut, dan begitu masuk ditangkap dan dipukuli dengan menggunakan gada. Sambil kesakitan berlarianlah sang roh sampai akhirnya menemukan Samudra. Inilah ujung dari siksaan, inilah yang ditunggu para roh, yaitu memperoleh penyucian dari Hyang baruna, sebagai jalan naik ke Sorga. Di sisni siksaan sang roh berakhir. Kisah ini diceritakan berdasarkan mimpi saya beberapa waktu sebelum ayahanda tercinta melaluinya. Om Santih, Santih, Santih, Om

Senin, 10 November 2008

I Gede Adnyana, FDGAH Dunia Maya Ramayana Dan Mahabharata Menyimak “Dongeng” Ramayana dan Mahabharata oleh : Darmayasa “Masih terjadi kesimpangsiuran di kalangan umat Hindu sendiri, akibat tidak adanya informasi yang benar dan/ atau informasi keliru tentang Ramayana dan Mahabharata; apakah ia sebuah kenyataan yang memang benar-benar terjadi, ataukah hanya dongeng belaka. Kesimpangansiuran terjadi dikalangan non Hindu adalah kewajaran, sepanjang ia bukan ‘serangan’. Jika hal itu terjadi di lingkungan umat Hindu, tentu ia harus segera dikoreksi untuk menghindari ‘pengikisan’ sraddha (keimanan) umat terhadap kebenaran ajaran sucinya.” Kita tidak menyinggung bagaimana anak-anak sekolahan diajarkan tentang keberadaan Ramayana dan Mahabharata. Sewaktu saya di PGAHN Denpasar dan IHD, saya mendapat penjelasan “tidak pas” tentang Ramayana dan Mahabharata, yang sangat bertentangan dengan apa yang saya baca dan dengar dari sumber lain yang dapat dipercaya. Sejak itu saya masukkan “topik” itu ke dalam “file” saya. Sejak mendapat kesempatan sebagai Dharma Duta PHDI pusat, dalam ceramah-ceramah di berbagai tempat saya mempergunakan kesempatan itu untuk menjelaskan pada umat Hindu akan keberadaan kitab suci Ramayana dan Mahabharata sebagaimana adanya. Seperti telah saya sebutkan di depan dan saya merasa perlu menggarisbawahinya lagi di sini bahwa pernah terjadi di satu tempat seorang sekretaris PHDI menyela ceramah dan berdiri di depan mike berkata,” Apa yang telah pernah saya sampaikan dulu, mohon dianggap tidak ada….”, dan kami semua pada tertawa. Dalam sebuah kitab Purana ada disebutkan bahwa zaman Kali, salah satu kelemahan manusia adalah gampang disesatkan. Begitu pula halnya dengan kejadian di atas, disusul oleh keraguan Bapak Sekretaris tersebut karena ia mendapat penjelasan lain lagi dari seseorang yang mesti ia percayai. Akhirnya saya berpendapat sangat perlu menyebarkan informasi tentang hl ini lebih meluas lagi, terutama didorong oleh pertanyaan peserta tatap muka Prof. Dr. Satyavrat Shastri baru-baru ini di Denpasar. Saya yakin pertanyaan-pertanyaan dan keraguan serupa masih menjamur di masyarakat. Saya harap, tulisan ini tidak diterima sebagai “bom” sebaliknya mudah-mudahan ini dapat menjadi paling tidak menjadi sebuah bahan perbandingan. Di dalam kelompok kitab-kitab suci agama Hindu ada satu kelompok yang dinamakan Itihasa. Termasuk di dalamnya adalah Mahabharata dan Ramayana. Kadang-kadang, melihat penempatan Itihasa di dalam pengelompokan kitab-kitab suci Hindu di bagian akhir, orang-orang sering terkecoh mengartikan Itihasa sebagai kitab-kitab yang tidak begitu penting, diabaikan dan hanya dikutip-kutip untuk memperindah karya tulis atau ceramah. Beberapa kitab membantah peremehan nilai kitab-kitab Itihasa, dan sebaliknya menempatkannya di tempat yang amat menentukan khususnya dalm zaman Kali atau zaman penuh kekalutn ini. Sarasamuccaya menganjurkan hendaknya orang mempergunakan Itihasa sebagai penunjang penting untuk mempelajari dan menjelaskan Mantra-mantra Veda sebab Veda takut dengan orang yang sedikit pengetahuannya (apan sang hyng Veda atakut ring akedik ajinya). Agaknya Sarasamuccaya patuh mengikuti beberapa kitab suci seperti Vayu Purana dan lain-lain. Itihasa-puranabhyam Vedam samupabrmhayet Bibhetyalpasrutad vedo Mamayam praharisyati Kutipan sloka dari Vayu Purana di atas menegaskan kepentingan Itihasa dalam usaha mempelajari dan menjelaskan mantra-mantra Veda, yang sering mengandung arti ganda dan dalam, yang memerlukan penjelasan dan contoh-contoh lebih jauh. Alpa-srutad berarti dari orang-orang yang sedikit pengetahuan atau orang-orang yang tidak mempelajari Itihasa . Bibheti berarti ketakutan. Veda ketakutan dengan orang-orang yang tidak memanfaatkan Itihasa untuk menjelaskan Veda. Kata Veda,”Orang itu akan memukulku…” (mamayam praharisyati). Menurut Brahmanda Purana, orang-orang demikian disebut naiva sasyad vicaksanah, bahwa orang-orang demikian sama sekali tidak bijaksana adanya. Hanya orang-orang bijaksana yang berhak menjelaskan ajaran suci Veda. Jika orang-orang yang tidak bijaksana menjelaskan mantra-mantra suci Veda, maka penjelasannya akan mengacaukan Veda itu sendiri, dan itulah “pukulan” keras pada Veda. Tentu saja sebagai umat yang mengagungkan kitab-kitab suci Veda, tidaklah dibenarkan mengadakan pengacauan pengertian-pengertian ajaran suci Veda. Hal ini juga berakibat fatal pada umat Hindu pada umumnya; kalau ia tidak mengantarkan orang pada “persimpangan jalan”, ia pasti mengantarkan orang pada penolakan Veda/Hindu Dharma. Dari pandangan kesusastraan Sanskerta, Itihasa mendapat tempat yang sangat penting tidak hanya dalam Purana-Purana tetapi juga dalam kitab-kitab Upanisad. Sama dengan Veda, Itihasa pun dianggap keluar dari nafas Tuhan Yang Mahaesa : Asya mahato bhutasya nihsvasitametd yad rg-vedo yajur-vedah sama-vedo’thravangirasah itihasah puranam (Brhadaranyaka). Selain itu, Itihasa juga diterima sebagai “Veda-nya Veda” : Sahovaca rg-vedam bhagavo’dhyemi yajur vedam sama-vedamatharvanamcaturtham, itihasa-puranam pancamam vedanam vedam (Chandogya Upanisad). Makna yang terkandung di dalam kutipan Chandogya Upanisad di atas adalah bahwa Itihasa bukan hanya dianggap sebagai Pancama Veda atau Veda kelima saja melainkan ia juga adalah alat untuk menunjukkan arti Veda yang sebenarnya. Hal yang sama juga ditekankan oleh Bhagavata Purana : Itihasa-puranani pancamam vedamisvarah’ sarvebhya eva vaktrebhyah sasrje sarva-darsanah. Setelah melihat beberapa kutipan di atas yang diharap dapat memberikan gambaran akan pentingnya Itihasa dalam pelajaran Veda, sekarang kita hendak melihat apakah arti dari Itihasa itu? Kata Itihasa berasal dari kata iti+ha+asa. Iti kurang lebih berarti demikianlah, sering dipergunakn untuk menunjukkan Ramayana dan Mahabharata. Ha berarti pasti, dan asa berarti yang benar-benar telah terjadi. Dalam hal ini maksudnya adalah demikianlah peristiwa Ramayana dan Mahabharata memang benar-benar telah terjadi. Demikian mudah dan sederhananya cara menerima dan mengartikan kata Itihasa. Dan tiu memang cara dalaml sanskerta untuk mengetahui suatu kata atau istilah. Sebagai contoh, mengapa seorang anak disebut dengan kata Putra? Pengertian kata ini dijelaskan oleh kitab suci dan para pendeta yagn ahli Sanskerta sebagai : pun nama narakat trayate iti putrah. Berarti seorang putra adalah ia yang (karena kesucian dan keetinggian bhaktinya) dapat menyelamatkan roh-roh leluhurnya dari neraka. Demikian pula mengapa seseorang disebut sebagai suami? Ia berasal dari kata Sanskerta svami yang berarti pengendali. Seorang suami harus menjadi pengendali dari istrinya. Tetapi, sebelum itu ia harus menjadi pengendali dari hawa nafsu, kemarahan, kegelapan/avidya dan mengendalikan diri dari segala sifat adharma/ketidakbenaran. Setelah itu barulah ia berhak menjadi pengendali dari si Istri. Demikian pula dengan kata Vyasa, Valmiki dan lain-lain. Melihat pengertian kata Itihasa, orang mestinya tidak ragu lagi menerima kitab Ramayana dan Mahabharata sebagai sejarah yang memang benar telah terjadi, tidak mungkin para rsi kita yang sangat terpelajar dan bebas dari ketidakjujuran menempatkan hal-hal dongeng dalam bagian Itihasa (kata yang berarti sejarah). Sungguh tidak masuk akal jika demikian halnya. Ia akan menunjukkan bahwa para rsi seperti Vyasa, Valmiki, Kanva, Atri, dan lain-lain adalah dongeng semata-mata. Hal tiu tentu saja akan menjadi sesuatu yang sangat berbahaya khususnya untuk mereka yang memiliki sraddhayang lemah pada ajaran-ajaran suci Vada. Satu hal lagi yang mungkin menyebabkan orang-orang meragukan kejadian Ramayana dan Mahabharata karena ia (Ramayana dan Mahabharata) terbentuk atau tertulis dalam bentuk puisi (sloka-sloka). Jika kita teliti dengan baik, akan dijumpai bahwa hampir semua kitab-kitab suci agama Hindu tertulis dalam bentuk puisi (bukan puisi permainan kata-kata biasa tetapi ia adalah sebuah hasil seni yang sangat halus dan tinggi, yang mudah-mudahan saya mendapat kesempatan untuk membahasnya secara terpisah nanti). Dan kalau kita jujur, sebagian besar kitab-kitab suci lain juga terbentuk dalam bentuk puisi. Jadi, alsan ini tidak tepat untuk menyebutkan kitab-kitab Itihasa sebagai story dan bukan history, atau ia hanya dongeng yang berisikan ajaran-ajaran moral dan agama. Kitab Ramayana dan Mahabharata selain telah sangat terkenl di seluruh dunia, juga telah berhasil “mencuri” hati para penduduk asli dimana ia tersebar sehingga mereka menganggap kejadian Ramayana dan Mahabharata terIadinya adlah di daerah mereka sendiri dan bukan sesuatu yang datang dari luar. Di Thailand misalnya, mereka menganggap kejadian Ramayana adalah di Thailan sendiri dan bukan sesuatu yang datang dari India, sampai-sampai mereka membuat Ayodhyalain di sana (mereka menyebut AyuIhaya). Di indonesia kita, keterkenalan Ramayana dan Mahabharata telah begitu mendalam, khususnya di Jawa dan Bali. Sewaktu saya memberi ceramah di University Indonesia, selesai ceramah seorang dosen menyalami saya sambil berkata, “Anda berbicara tentang peradaban kami…”. Topik ceramah saya waktu itu adalah Ramayana dan Mahabharata. Keterkenalan Ramayana khususnya sngat mengagumkan. Bahkan ia telah menjadi kecintaan di negara-negara komunis seperti Rusia dan Cina. Profesor Varavniko sangat terkenal di Rusia karena karya dan kecintaanya akan Ramayana. Profesor dari Cina yang yang bersama saya diwwancarai oleh Televisi India telah menerjemahkan Ramayana ke dalam bahasa Cina. Beliau menjualnya sebanyak 5000 (lima ribu) ekselembar hanya dalam dua bulan saja. Di India sendiri, selain Valmiki Ramayana dijumpai kurang lebih tiga ratusan versi Ramayana dengan pengarang berbeda, mengambil sumber Vlmiki Ramayana atau yang bersumber darinya. Di luar India pun terdapat banyak versi Ramayana. Jika bukan kejadian nyata, Ramayana dan Mahabharata tak akan menglami keterkenalan yang begitu meluas dan dalam waktu yang amat panjang. Kedua Mahakavya in adalah sejarah suci. Bahkan disebutkan, Tuhan dan paraDewa-lah yang turun kedunia dengan tujuan menghancurkan kejahatan dan mendirikan prinsip-prinsip Dharma yang murni lagi. Di beberapa tempat malah disebutkan siapa yang menjadi siapa di dalam sejarah suci itu. Inilah yang menyebabkan kedua Mahakavya in menjadi terkenal, diminati dan dimiliki oleh seluruh dunia sepanjang zaman. Maharsi Valmiki akhirnya merasa perlu menekankan keabadian Arsa-kavya (yang ditulis oleh orang suci) ini : Yavat sthasyanti girayah saritas ca mahitale tavat Ramayana katha lokesu pracalisyati “Selama gunung-gunung masih tegak berdiri, selama sugai-sungia masih tetap menglir di atas permukaan bumi ini, selama itu Ramayana akan tetap ada di muka bumi ini.” Selain sebutan Itihasa, Ramayana dan Mahabharata juga disebut sebagai Akhyayika dan Mahakavya, Akhyayika dalam kamus sanskertaterkenal Amarakosa oleh Amara Singha disebutkan sebagai cerita yang benar telah terjadi(akhyayiopalabdhartha). Sedangkan disebut Mahakavya adalah karena ia harus mengambil sumber cerita sejarah, atau mengambil sumber cerita satu tokoh amat terkenal di msyarakat. Acarya Dandi dalam Kavyadarsa-nya menyebutkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Mahakavya, yaitu : sarga-bandho mahakavyam ucyate tasya laksanam asir-namaskriya vastur- nirdeso vapi tan-mukham itihasa-kathodbhutam itarad va sadasrayam catur-varga-phalopetam caturodatta-nayakam “Yang dinamakan Mahakavya adlah karangan yang terbentuk dalam Sarga/bait-bait yagn terikat oleh berbagai aturan-aturan.Ciri-ciri Mahakavya adalah : Asirvacana atau kata-kata berberkah, sembah sujud kepada Tuhan, Dewa, Guru dan lain-lain, atau dimulai dengan ulasan singkat tentang keseluruhan isi karangan/perkenalan para pelaku uatama. Mahakavya harus berlindugn pada cerita sejarah, atau tokoh amat terkenal, dan Mahakavya harus pula menjelaskan tentang Catur Varga (Dharma, Artha, Kama dan Moksa) dan pahalanya, pelaku utama harus mempunyai sifat-sifat yang agung, dan lain-lain.” Jadi, sebuah karya Mahakavya harus bernilai sejarah nyata (itihasa-kathodbhutam). Hal inilah yang menyebabkan Mahakavya mendapat perhitungan perhitungan penting dalam penyusunan sejarah. Itihasa dan Purana biasanya selalu disebutkan secara bergandengan. Keduanya mengandung pengertian sejarah. Purana menjelaskan sejarah para dewadan sejarah kuno dan lebih menekankan pada nilai keagamaan/kerohanian. Sedangkan Itihasa lebih menekankan nilai sejarah. Penulis kedua karya raksasa itu sama-sama hidup dalam zaman kejadian, dan keduanya sering muncul di sela-sela karyanya. Beliau berdua, Maharsi Valmiki dan Vyasa sama-sama melihat dan mengalami kejadiannya. Itulah yagn beliua abadikan dalam bentuk sloka-sloka suci. Apakah ada alasan lebih kuat daripada alasan ini untuk membuktikan nilai sejarah dari Ramayana dan Mahabharata? Sebagai contoh, kita lihat Maharsi Valmiki dalam Ramayana sebagaimana terdapat di dalm Ramayana itu sendiri. Pertama kali Ramayana ditulis oleh Maharsi Valmiki, dalam bahsa Sanskerta. Bgaimana Maharsi Valmiki sampai tertarik menulis Ramayana disebutknan dalam bagian awal-awalnya (Bala Kanda) Pada suatu ketika, Maharsi Valmiki sedang bertapa di pertapaannya datanglah Rsi Narada. Valmiki bertanya pada Rsi Narada: ko nvasmin sampratam loke gunavan kasca viryavan dharmajnasca krtajnasca satyavakyo drdhavratah “Wahai Maharsi Narada, sekarang di dunia ini, siapakah orang yang memiliki segala sifat-sifat yang baik, sangat perkasa, mengetahui segala dharma, penolong setiap makhluk, selau berkata-kata jujur dan mantap dalam pelaksanaan sumpah-sumpah suci?” Maharsi Valmiki menanyakan keberadaan seseorng pada waktu itu, yang hidup pada waktu itu, yagn hidup pada waktu itu, yang hidup pada masanya Maharsi Valmiki hidup (ko nvasmin sampratam loke). Selain sifat-sifat agung yang ditanyakan dalam sloka di atas, pertanyaan tersebut masih disambung oleh daftar sifat-sifat mulia lainnya lagi. Terhadap pertanyaan tersebut Rsi Narada menjawab: iksvakuvansa-prabhavo ramo nama janaih srutah niyatatma mahaviryo dyutiman dhrtiman vasi Maharsi Narada mengatakan bahwa setelah mempertimbangkannya matang-matang, yang memiliki sifat-sifat agung yang jarang dimiliki oleh manusia tersebut tidak lain adalah beliau yang lahir di keluarga Iksvaku (iksvakuvansa-prabhavah), dikenal oleh rakyat dengan sebutan Rama (ramo nama janaih srutah). Selanjutnya Rsi Narada menyebutkan puluhan sifat-sifat agung yang dimiliki oleh Sri Rama, termasuk riwayat hidup Sri Rama. Jumlah sifat-sifat agung dan riwayat Sri Rama sebagai yang disampaikan oleh Rsi Narada kepada Maharsi Valmiki tersebut dapat dilihat dalam Valmiki Ramayana bagian Bala Kanda. Tidak lama setelah Rsi Narada meninggalkan pertapaan Maharsi Valmiki bersama muridnya Rsi Bharadvaja pergi menyucikan diri di sungai suci Tamasya. Beliau menikmati pemandangan dan air sungai yang menawan hati. Keindahan suasana itu diperindah lagi oleh pasangan burung Kraunca yang sedang berkasih-kasih. Sedangkan asyiknya menikmati pemandangan tersebut, tiba-tiba burung Kraunca jantan jatuh menggelepar-gelepar ke bawah oleh panah tajam seorang pemburu. Burung Kraunca betina menjerit-jerit karena berpisah dengan jantannya. Melihat pemandangan amat menyedihkan itu Maharsi Valmiki menjadi sedih, dan tanpa sadar dari bibir beliau keluar kata-kata kutukan: ma nisada pratistham tvam agamah sasvatih samah yat kraunca mithunad ekam avadhih kama-mohitam “Wahai Pemburu! Semoga kau tidak akan pernah merasakan ketenangan dan kedamaian hidup untuk selamanya karena kaku telah membunuh burung Kraunca yang tidak bersalah dan sedang dalam keadaan berkasih-kasihan.” Begitu keluar kata-kata kutukan tersebut beliau menjadi sadar, “Wah…, apa yang telah terjadi? Mengapa aku telah mengutuk pemburu itu tanpa sadar?” Kembali Maharsi Valmiki menjadi sedih oleh kutukan yang keluar tanpa disadari. Pemandangan dan kesedihan tersebut terus berbekas sampai di pertapaan. Waktu itulah muncul Dewa Brahma mengatakan bahwa beliaulah yang menyebabkan Dewi Sarasvati masuk ke dlam bibir Rsi Valmiki untuk mengeluarkan Chanda baru, Chanda yang bahkan mengherankan Rsi Valmiki sendiri sebagai pengucapnya. Sekaligus memerintahkan Rsi Valmiki untuk menulis riwayat Sri Rama lewat Chanda baru tersebut. Beliau menjamin Rsi Valmiki, semua riwayat Sri Rama akan diketahui oleh Rsi Valmiki dengan sendirinya, baik yang nampak maupun tidak nampak dan bersifat pribadi (rahasyam ca prakasam ca yad vrttam tasya dhimatah). Sebagaimana Maharsi Vyasa menganugerahkan pandangan batin kepada Sanjaya sehingga Sanjaya dapat menceritakan kejadian perang dahsyat di Kuruksetra kepada raja Dhrstarastra, begitu pula Dewa Brahma menganugerahkan pandangan rohani kepada Rsi Valmiki sehingga dapat melihat dengan jelas riwayat Sri Rama sepenuhnya. Selain itu, Rsi Valmiki juga hadir dalam beberpa kejadian Ramayana. Hal ini lebih memperkuat lagi bukti bahwa Ramayana bukanlah kejadian bikinan, khayalan atau dongeng belaka. Pada akhirnya Dewa Brahma memberikan keyakinan lagi kepada Maharsi Valmiki bahwa apapun yang nantinya akan ditulis oleh Maharsi dalam karyanya riwayat Sri Rama (Ramayana) sama sekali tidak akan pernah bohong (na te vaganrta kavye ka idatra bhavisyati). Memang, oleh karena penyampaian oleh Maharsi Valmiki tidaklah lewat penyampaian sejarah seperti sekarang ini, sering orang meragukan nilai sejarah Ramayana. Zaman/sejarah Rsi Valmiki bukanlah sejarah seribu atau dua ribu tahun yang lalu, melainkan ratusan juta tahun yagn silam (dalam zaman Treta). Apakah sejarah silam itu dapat dibaca dan dimengerti oleh orang-orang zaman sekarang ini? Kecuali oragn berusaha/bersedia menempatkan kesadarannya ke zaman itu, kecuali orang bersedia “membawa dirinya” ke zaman Ramayana itu barulahada kemungkinan orang mampu mengerti sejarah purba itu. Sejarah Maharsi Valmiki adalah sejarah rohani, yang bertujuan menyampaikan dharma, artha, Kama dan Moksa kepada umat manusia. Sejarah yang ingin membentuk umat manusia yang tenang sejahtera secara duniawi, dan berbahagia secara rohani, pada akhirnya dapat mencapai pembebasan (moksa), bebas dari perputaran sengsara. Sehingga secara sastra Veda, sejarah didefinisikan sebagai pembawaan “pesan” rohani atau Dharma (kebenaran, kewajiban-kewajiban suci), Artha (harta benda), Kama (keinginan-keinginan di jalan dharma) dan Moksa (pemebsan dari kesengsaraan): dharmartha-kama-moksanam upadesa-samanvitam purva-vrttam katha-yuktam itihasam pracaksate (Visnu Dharma.1.15.1) Sahitya Darpana yang telah terkutip di depan juga menjelaskan persyaratan yang dama terhadap Itihasa (sejarah), bahwa ia harus menjdi medium untuk menyampaikan dharma, artha, Kama dan Moksa kepada umat manusia. Akhirnya jika ada yang bertanya masalah tempat-tempat peninggalan sejarah purba tersebut, masih ada sekarang ini ataukah tidak, jawabannya adalah sebagai berikut: Sebagian besar tempat-tempat peninggalan sejarah purba tersebut msih ada dan dapat kita lihat di India; Ayodhya, Naimisaranya, Hastinapura, Indraprastha, Badarikasrama (tempat pertapaan Maharsi Vyasa), tempat muncul Sri Krsna (Sri Krisna Janmasthan) di Mathura, tempat bermain-main Krsnawaktu kecil di Vrindavan, bekas medan perang Kuruksetra, tempat Bhagavad-gita diwejangkan, Sitamadhi (tempat Dewi Sita ditemukan dari dalam tanah), gunung Citrakuta, Pancavati, Pampa Sarovara, Ramesvaram (tempat Sri Rama membuat setubandha atau jembatan untuk menyeberang ke Lengka), dan lain-lain. Karena satu dan lain alasan bekas-bekas peninggalan tidak dapat dijumpai. Berita terakhir memperlihatkan gambar yang sangat jelas dasar lautan antara Rameshwaram dengan Srilangka menunjukkan bekas-bekas penyeberangan menyerupai jembatan. Gambar tersebut diambil dengan kamera “khusus” NASA, dan kiranya patut menjadi pertimbangan bagi kita dalam usaha menafsirkan jembatan “Setubandha” zaman Ramayana. Istana kerajan Majapahit yang baru “kemarin” saja kita tidak jumpai lagi, apalagi peninggalan sejrah yang telah ratusan juta tahun. Tidak terjumpai sisa-sisa kerajaan Majapahit secara jelas tidak berarti kerajaan Majapahit itu tidak pernah ada. Tetapi, belakangan diadakan penggalian terhadap bekas kerajaan Sri Krsna, Dvarika/Dwarawati yang telah tenggelam dilaut. Ternyata dijumpai bekas-bekas peninggalan istana Dwarawati tersebut, dan para ahli memperkirakan usianya sekitar tiga ribu lima ratus sampai lima ribu tahun lalu. Di temple atau tempat sembahyang Dvarika, di sebuah pilarnya dapat dijumpai daftar sampai seratus keturunan Sri Krsna. Saya minta maaf, tidak menceritakan secara detail dan banyak tentang tempat-tempat suci bersejarah tersebut. Akhirnya saya ingin mengajak semuanya untuk kembali kepada pengertian Itihasa itu sendiri. Itihasa berarti sejarah dan Ramayana-Mahabharata termasuk dalam kelompok Itihasa. Berarti, Ramayana-Mahabharata dalah sejarah, sejarah suci, dan ia adalah kitab suci. Maharsi Vyasa, Valmiki, Vasistha, Kanva dan lain-lain memang pernah ada. Hanya karena kesaktin beliau-beliau yang luar biasa dan kegiatan beliau-beliau yang tidak dan/atau sulit diterima oleh akal kita yang serba terbatas zaman ini, bukanlah alasan untuk mengatkan beliau hanyalah dogeng belaka. Semoga semua mendapat penerangan suci. Mangalam Astu. Source : Darmayasa-divine-love.com
I Gede Adnyana, FDGAH Dunia Maya THEOLOGI HINDU I. PENDAHULUAN Agama merupakan ajaran yang bersumber dari penguasa Agung alam semesta, sebagai awal, tengah dan akhir dari sarwabhawa (segala yang ada). Ia sangat sempurna, tanpa cacat, tanpa noda, tanpa awal, tengah, dan akhir. Bagaimanapun kita memikirkan-Nya sangatlah tidak mungkin membayangkan Ia yang Maha sempurna dengan pikiran yang sangat terbatas. Lalu bagaimanakah cara Hindu mengenal siapa yang disembahnya? Sebelum memasuki materi Siwa Tattwa perlu dipahami pola pikir yang akan mengantarkan kita belajar Hindu secara benar. Menurut Drs. I Gede Sura, sedikitnya ada tiga pola pikir: 1. Pola pikir Ilmiah yaitu pola pikir yang didasarkan pada proses ilmiah atau dikenal juga dengan kebenaran keilmuan. Pola pikir ini sangat berguna dalam penelitian-penelitian ilmu pengetahuan yang lebih mengedepankan logika. Orang yang berhasil menerapkan pola pikir ini dikenal dengan ilmuan. Misalnya Einstein, Thomas Alpha Edison, dsb. 2. Pola pikir Filsafat, didasarkan pada renungan secara mendalam oleh manusia sehingga kebenaran yang diperoleh adalah kebenaran filsafati, sedangkan sang perenung yang memperoleh jawaban atas pokok persoalan yang dipecahkan disebut Filosof atau filsuf. Misalnya: Plato, Aristoteles, dsb. 3. Pola pikir Agama yang bersumber dari keyakinan. Karena bersumber dari keyakinan maka pola pikir agama lebih mengutamakan rasa. Pola pikir agama sangat dipengaruhi oleh ajaran dari masing-masing agama, karena itu agama yang berbeda memiliki pola pikir yang berbeda pula. Pola pikir Agama Hindu akan berbeda dengan pola pikir Islam, Kristen, Katolik maupun Buddha. Untuk memperoleh cara berfikir yang sistematis, seseorang harus memilah-milah sendiri dalam pikirannya apakah ini agama, apakah ini filsafat ataukan ilmiah. Namun dalam kenyatannya terkadang ada kaitan antara satu pola pikir dengan pola pikir yang lain, yang mana hal ini akan menimbulkan kerancuan apabila tidak didasari oleh Wiweka. Campur aduk pola pikir agama-agama sangat sering terjadi sehingga terkesan adanya pemaksaan atau penjajahan oleh satu agama terhadap agama yang lain. A. Tuhan Dalam Weda Didalam Veda kita bisa melihat begitu banyak nama Dewa yang seringkali bahkan tidak kita temukan pemujaannya dewasa ini. Dewa berasal dari kata Dev yang artinya sinar, Dewa dalam hal ini merupakan sinar suci dari Sang Hyang Widhi Wasa. Jumlah Dewa-Dewa dalam Reg Weda I. 139. 11 disebutkan ada 33: Ye dewaso divy ekadasa stha prthivyam adhy ekadasa stha, apsuksito mahinaikadasa stha te devaso yajnyamimam jusadhvam. Artinya: Wahai para Dewa (33 Dewa), sebelas di sorga, sebelas di bumi, dan sebelas di langit, semoga engkau bersuka cita dengan persembahan suci ini. Sedangkan dalam Reg Weda III. 9.9 bukan hanya 33 Dewa melainkan ada 3339 Dewa, dan diantara semua Dewa Reg Weda menggambarkan Surya sebagai Dewa tertinggi. Hal ini ditegaskan dalam Reg Veda I.50.10: Udvayam tamasaspari jyotis pasyanta uttaram, Devam devatra suryamaganma jyotiruttamam. Artinya: Lihatlah menjulang tinggi di angkasa, cahaya yang terang benderang mengatasi kegelapan telah datang, Ia adalah Surya, Dewa dari seluruh Dewata, cahaya-Nya yang terang itu betapa indahnya. Weda sebagai sumber pertama dan utama memuat begitu banyak Dewa, yang dihubungkan dengan wilayah atau lingkungan, bahkan aktivitas dan sifatnya. Agni berhubungan dengan bumi, angkasa dengan Vayu dan Indra sebagai Dewatanya, surga dengan surya sebagai dewatanya. Semua Dewa-Dewa merupakan manifestasi dari Tuhan Yang Tunggal, hal ini diuraikan dalam Reg Weda Mandala I Sukta 164 Mantra ke-46 yangmenyebutkan: Indram Mitram Varuna Agni ahur atho divyah sasuparno garutman, Ekam sad vipra bahudha vadhantyagnim yamam matarisvanam ahuh. Artinya: Mereka menyebutkan Indra, Mitra, Varuna, Agni, dan dia yang bercahaya yaitu Garutman yang bersayap elok. Satu itu (Tuhan) sang bijaksana menyebut dengan banyak nama seperti Agni, Yama, Matarisvan. Dalam komentarnya tentang Dewa-Dewa Drs. I Gede Sura memberikan kesimpulan yang sangat kuat yang dapat dijadikan kesimpulan. Dewa merupakan perwujudan Sang Hyang Widhi Wasa atau manifestasi dari Yang Maha Tunggal. Demikian pula salah seorang Yogin dari India Sri Aurobindo memaparkan tentang nama Dewa dengan tafsiran yang menkajubkan; Agni berarti Tuhan yang Maha Mengetahui dan yang sangat dimuliakan; Indra berarti Tuhan Yang Maha Cemerlang; Soma sebagai tuhan yang layak kita cintai, dan kita abdi; Varuna adalah Tuhan Yang Maha Adil, Maha Mulia; Savita, Tuhan Sang Pencipta; Visnu, Tuhan Maha Ada; Pusan, Tuhan sebagai pemelihara; dan Marut adalah nafas vital. Melalui kutipan diatas dapat kita simpulkan bahwa nama-nama Dewa sangat populer pada Jaman Weda yang dikaitkan dengan alam pengalaman manusia. Dewa yang berbeda dipandang memiliki fungsi yang berbeda, namun semuanya adalah perwujudan dari Yang Esa. Dengan demikian maka ajaran Ketuhanan dalam Veda adalah ajaran yang mengajarkan bahwa Tuhan adalah Esa adanya, namun ia meliputi segala mempunyai banyak nama. Ia yang esa berada pada semua yang ada dan semua yang ada berada pada yang Esa. B. TUHAN DALAM UPANISAD Upanisad artinya duduk di dekat guru untuk mendengarkan ajaran. Cara belajar Upanisad banyak dilakukan diasrama-asrama dalam hutan-hutan (aranya) sehingga kitab upanisad sering disebut juga Kitab Aranyaka. Lahirnya kitab Upanisad merupakan babak baru bagi perkembangan Agama Hindu di India, yaitu peralihan dari Zaman Brahmana yang lebih mengutamakan Yajnya sebagai jalan mendekatkan diri Kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa. Secara tradisi kita mengenal 108 kitab Upanisad yang merupakan ulasan-ulasan dari guru yang berbeda misalnya: Isa upanisad, Chandogya Upanisad, Brhadaranyaka Upanisad, Kena Upanisad, Svetasvatara Upanisad, Maitri Upanisad, Prasna Upanisad, dan sebagainya. Yang sangat menakjubkan dalam kitab Upanisad adalah ulasan-ulasan yang begitu mendalam mengenai Brahman dan Atman, Maya dan penciptaan alam semesta, karma dan penjelmaan serta ajaran tentang moksa. Istilah Brahman untuk menyebut Tuhan dalam kitab-kitab Upanisad sangatlah populer. Brahman berasal dari akar kata “brh” yang artinya yang memberi hidup, menumbuhkan, menjadikan hidup, menjadikan berkembang, meluap (Pudja, 1983: 14). Penjelasan mengenai Brahman dapat kita lihat dalam Mandukya Upanisad, Enlightenment Withhout God, oleh Swami Rama: Kata Brahman berasal dari akar kata brha atau brhi yang berarti meluap, mengembang, pengetahuan atau yang meresapi segala. Kata ini selalu dalam jenis kelamin neutrum (banci), Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan berada diluar konsep jenis kelamin laki-laki (masculinum) dan wanita (femininum) dari segala sesuatu yang ersifat dualis. Brahman hadir di mana-mana, maha tahu, maha kuasa, itulah sifat dasar dari satu kebenaran Mutlak itu. Ia adalah kebenaran sejati, kesadaran tertinggi, yang tidak pernah dipengaruhi oleh perubahan sifat duniawi, adalah Brahman itu, Ia yang menjadikan diri-Nya sendiri dan memenuhi seluruh alam semesta untuk menampakkan diri-Nya sendiri itulah Brahman. Brahman itu tidak berbeda dari Sang diri, seluruh umat manusia hakikatnya adalah Brahman,. Berpangkal dari pandangan ini seluruh umat manusia pada hakikatnya adalah satu dan sama. Menempatkan pertentangan dan perbedaan terhadap seluruh umat manusia adalah suatu kerugian yang sangat besar dan mengejawantahkan kesatuan di dalam dan di luar akan mencapai tujuan tertinggi Ulasan-ulasan mengenai Brahman yang meresapi segala, ada dimana-mana, berwujud kebenaran tertinggi, maha mengetahui juga terdapat dalam upanisad-upanisad yang sangat banyak jumlahnya. Banyaknya uraian Brahman menunjukkan bahwa para Rsi, para bijaksana tidak pernah henti-hentinya merenungkan, mencari jawaban atas alam ini, yang menciptakan, yang memelihara dan kembalinya nanti hanyalah satu yaitu Brahman. Sebagaimana halnya dalam Weda, dalam Upanisad juga ditemukan berbagai sebutan untuk Tuhan (Brahman). Dalam Isa Upanisa Tuhan dipanggil Isa sebagai Yang Maha Esa, sedangkan dalam Aitareya Upanisad III. 1. 3 disebutkan: Segalanya diciptakan oleh Brahman, segalanya diatur oleh Indra. Prajapati Bapa semua makhluk, semua Dewa-dewa itu dan Panca Maha Bhuta, seperti tanah, udara ether, air dan cahaya, semua makhluk besar dan kecil dan salah satu dari benih-benih itu, dan yang lahir dari telur, yang alhir dari lendir, yang lahir melalui kandungan, dan tumbuh-tumbuhan yang meninggi karena biji,, kuda-kuda dan bunatang ternak, , manusia dan gajah-gajah, memang demikian, apa saja yang bernafas dan segalanya yang bergerak ini, dan segala sesuatu yang dapat terbang, dan yang tidak bergerak, dituntun oleh kebijaksanan-Nya dan mereka memiliki kekuatan kebijaksanaan itu. Kebijaksanaan itu yang memperhatikan dunia, Kebijaksanaan itu yang menjadi landasannya, Kebijaksanaan itu adalah Brahman Yang Abadi. Dengan demikian maka Brahman adalah nama Tuhan yang umum dalam Upanisad-upanisad. Brahman Bukan hanya maha ada, ada dalam semua tetapi semua yang ada, ada di dalam Brahman. C. TUHAN DALAM AGAMA HINDU DI INDONESIA (SIWA TATTWA) Agama Hindu yang berkembang di Indonesia, secara umum disebut ajaran Hindu Saiwa Sidhanta. Seperti dalam uraian di atas baik dalam Weda maupun upanisad Tuhan dipanggil dengan sebutan yang berbeda, di Nusantara juga ditemukan nama-nama Tuhan yang berbeda. Jika di India nama-nama Tuhan lebih dikenal sebagai Dewa yang merupakan sinar suci Sang Hyang Widhi, maka di Indonesia lebih populer dengan sebutan Bhatara. Istilah Bhatara berasal dari akar kata bhatr yang artinya pelindung. Hal ini jelas menunjukkan bahwa Tuhan yang menjadi obyek pemujaan sebagai aspek pelindung, artinya keinginan rasa aman, nyaman sangat dibutuhkan bagi sebagian besar rakyat Nusantara. Karena itu segala yang melindungi disebut dengan Bhatara. Misalnya Bhatara Brahma lebih populer daripada Dewa Brahma, Bhatara Wisnu lebih populer dari Dewa Wisnu demikianlah nama Bhatara itu menjadi sangat umum dalam Lontar-lontar Tattwa, yang merupakan sumber ajaran Ketuhanan dalam Agama Hindu di Indonesia. Secara umum sebutan untuk Tuhan dalam masyarakat Indonesia adalah Sang Hyang Widhi Wasa. Menurut Drs. I Gede Sura dan kawan-kawan Sang Hyang Widhi Wasa berarti Yang Menakdirkan Yang Maha Kuasa, yang dalam bahasa Bali diterjemahkan dengan Sang hyang Tuduh atau Sang hyang Titah. Namun istilah ini tidak secara tertulis disebutkan dalam sumber lontar. Dalam Sastra lontar yang sebagian besar bercorak Siwa yang ditemukan di Indonesia, Tuhan dipanggil dengan sebutan Bhatara Siwa. Dengan demikian maka agama Hindu di Indonesia secara umum memuja Bhatara Siwa sebagai Sang Hyang Widhi Wasa. Seperti halnya Weda maupun Upanisad maka ajaran Ketuhanan dalam Siwa Tattwa tidaklah berbeda, mengingat Weda sebagai Sumber tertinggi ajaran Dharma. Dalam lontar Jnanasiddhanta kita dapati uraian tentang Tuhan yang senada dengan Weda maupun Upanisad: Sa Eko bhagawan sarwah Siva karana karanam, Aneko viditah sarwah Catur vidhasya karanam Ekatwanekatwa swalaksana Bhattara. Ekatwa ngaranya, kahidep maka laksana ng Siwatatwa. Ndan tunggal, tan rwatiga kahidepanira, Mangekalaksana Siwa karana juga, tan paprabedha. Aneka Ngaranya kahidepan bhattara maka laksana caturdha. Caturdha ngaranya laksananiran sthula, suksma, parasunya. Artinya: SifatBhatara adalah Eka dan aneka. Eka artinya Ia dibayangkan bersifat Siwa Tattwa. Ia hanya Esa, tidak dibayangkan dua atau tiga. Ia bersifat Esa saja sebagai Siwa karana (Siwa sebagai Pencipta)tiada perbedaan. Aneka artinya Bhattara dibayangkan bersifat Caturdha artinya adalah stula suksma para sunya. Uraian yang demikian akan banyak kita jumpai dalam sumber-sumber Siwatattwa yang lain, yang pada akhirnya mengarahkan kita untuk menarik kesimpulan Tuhan Itu Satu. Tuhan yang satu ada dalam yang banyak, dan yang banyak ada dalam yang satu. Atau semua yang ada bersumber dari Tuhan, ada didalam Tuhan, diresapi oleh Tuhan. Nama Tuhan didasarkan pada sifat dan fungsi yang dilekatkan pada aspek kekuatan Brahman. Hal ini dapat kita jumpai dalam lontar Bhuwanakosa Patalah III sloka76: Brahmasrjayate lokam Visnuve palakastitam Rudratve samharasceva Tri murttih nama evaca Artinya: Adapun penampakan Bhatara Siwa dalam mencipta dunia ini adalah: Brahma wujudNya waktu menciptadunia ini, Wisnu wujudNya waktu memelihara dunia ini, Rudra wujudnya waktu mempralina dunia ini, Demikianlah tiga wujudNya (Tri Murti) hanya beda nama. Dalam uraian diatas Bhatara Siwa sebagai Tri Murti, yang satu berwujud tiga sesuai dengan fungsinya. Bhatara Siwa adalah Brahma Wisnu dan Iswara, maka Brahma Wisnu dan Iswara adalah Bhatara Siwa. Yang satu berwujud tiga, maka yang tiga itu sesungguhnya satu. Dalam beberapa uraian Siwa Tattwa juga kita dapati ajaran yang menyatakan Tuhan bersifat Imanen dan transenden. Imanen artinya hadir dimana-mana, transenden artinya mengatasi pikiran dan indriya manusia. Berikut kutipan slokanya: Sivas sarwagata suksmah Bhutanam antariksavat Acintya mahagrhyante Na indriyam parigrhyante Artinya: Bhatara Siwa meresapi segala, Ia gaib tak dapat dipikirkan, Ia seperti angkasa, tak terjangkau pikiran dan indriya. Dari kutipan sloka diatas disimpulkan bahwa Bhatara Siwa memiliki sifat meresapi segala, artinya Ia hadir pula dalam setiap pikiran manusia maupun indria, namun Ia tak dapat dijangkau oleh pikiran manusia, karena Ia mengatasi pikiran dan Indriya. Ia hadir dalam diri kita namun tidak kita ketahui karena keterbatasan manusia. Karena Ia hadir dan meresapi segala maka ia maha mengetahui, tidak ada satupun mahluk yang bisa lepas dari pengamatannya. Segala tindakan manusia, semut dan kuman bahkan daun yang jatuh sekalipun selalu ada dalam pengelihatannya. Ia ada pada semua yang ada, semua yang ada berada dalam diri-Nya.

Rabu, 08 Oktober 2008

I Gede Adnyana, FDGAH Dunia Maya RANGKAIAN PELAKSANAAN NYEPI MELASTI Memohon anugrah kepada Sang Hyang Baruna agar kesengsaraan dunia dimusnahkan, penderitaan dan kecemeran dunia musnah, lebur dilautan. Memohon tirta kamandalu (air suci kehidupan). Waktu pelaksanaan tepatnya setiap pangelong ke-13 sasih ka sanga. Melasti merupakan pensucian bagi pratima (nyasa, pralingga) yang menjadi lambang atau simbul dari Sang Hyang Widdhi Wasa yang dilakukan di lautan. Mengapa harus dilakukan? Jika tidak maka akan dapat menimbulkan kacaunya dunia. Segala macam kekacauan akan semakin mengganas akibat buta kala yang meraja lela. Brahma sebagai pencipta akan menciptakan Buchari desa, teluh tranjana (yang menyebabkan kesedihan), Wisnu sebagai pemelihara berubah wujud kedewataannya menjadi Kala (waktu pemusnah), Iswara (bersifat menyempunakan) sehingga terwujud penyakit yang meraja lela dan mengerikan (Sundarigama hal. 7) TAWUR Tawur kesanga dilaksanakan pada tilem ka sanga diperempatan jalan dengan menggunakan upakara berupa caru (disesuaikan dengan tingkatan), memohon kehadapan Hyang Widdhi agar para Bhuta menjadi somya (dari Bhuta kala menjadi Bhuta Hita). NYEPI Intinya adalah menciptakan suasana sepi. Yang didukung oleh Catur Bratha Penyepian; amati gni, amati karya, amati lelanguan, amati lelungaan. Jika melaksanakan upawasa maka dimulai ketika matahari belum terbit sampai keesokan harinya (24 jam). NGEMBAK GENI Menikmati hasil dari melaksanakan Bratha Nyepi, berupa redanya api hawa nafsu yang ada dalam diri manusia. BANTEN NYEPI UNTUK RUMAH TANGGA Sesuai Dengan Kitab Sundarigama Om Awignamastu Namo Siddham Berikut ini merupakan petikan tatacara tawur ka sanga untuk tingkat rumah tangga yang dikutip dari kitab suci Sundarigama. Kitab suci Sundarigama merupakan salah satu lontar indik yang erat kaitanya dengan bagian karma kanda dari kitab Weda. Bagian Karma kanda mengutamakan korban yadnya sebagai sarana mendekatkan diri dengan Sang Hyang Widdhi Wasa yang sangat populer pada jaman Brahmana. 1. Segehan Manca Warna 9 tanding, lauknya olahan ayam brumbun · Cara membuat segehan manca warna yaitu disusun searah jarum jam mulai dari arah depan berturut-turut nasi putih, merah, kuning, hitam dan campuran keempat warna ditengah. · Posisi mebanten nasi warna putih selalu didepan. · Untuk olahan pada umumnya ayam dibuat lawar, sate, atau tum, atau disesuaikan dengan daerah. 2. segehan agung 1 tanding Cara membuat segehan agung secara filosofis adalah disesuaikan dengan urip dunia yaitu 33. Segehan dibuat dari nasi (sego) lauknya bawang jahe atau jika ada iwak suro sebanyak 33 tanding dengan posisi: Timur 5 tanding, Selatan 9 tanding, Barat 7 tanding, Utara 4 tanding, Tengah 8 tanding Di atasnya ditaruh canang sebanyak 33 buah Didepanya ditaruh daksina lepas (kelapa, beras, telor, pisang, benang tetebus, perlengkapan daksina) 3. Segehan sasah 108 tanding Cara membuat segehan yaitu dengan membuat alas untuk nasi sebanyak 108, lauknya jeroan mentah ditanding dalam satu tamas atau satu tempat, dilengkapi dengan sebuah canang. 4. Tempat Upakara di muka pintu keluar masuk pekarangan pekarangan, diberikan kepada Buta Raja, Buta kala, Kala Bala, dilanjutkan dengan Ngerupuk. 5. Tatacara Ngerupuk: Setelah menghaturkan tawur didepan rumah kemudian dilanjutkan dengan mengelilingi rumah dengan membawa obor, sembur mesui, dengan puja penolak bala. Setelah selesai ngerupuk maka setiap keluarga diharapkan dapat natab byakala (meminimalkan kekuatan negatif dalam diri), sesayut lara melaradan (mengusir penyakit) dan prayascita (menjadikan pikiran suci) atau sekurang-kurangnya melukat dan mebersih, yang semuanya dilakukan dihalaman rumah. Iti Sundarigama ngaran maka drestaning pakertigama, ling ira Sang hyang Suksma licin, ring sawateking purohito kabeh, maka drestaning praja mandala, wenang linaksanan, dening wang saprajamandala kabeh, lamakna dresta praja Sri Aji, tekeng jagat hitania, apania, prakrti iki, suksma, uttama dahat. (Inilah Sundarigama namanya, yang merupakan tatacara yang dibenarkan dalam melaksanakan ajaran Agama, dari sabda Sang hyang Sukma licin, kepada para Rsi semuanya, sebagai pelaksana tata cara keagamaan di wilayah suatu negara, dan yang patut dilaksanakan oleh masyarakat sewilayah bersangkutan semuanya, dengan tujuan agar tentramlah negara dan pemerintahan, demikian pula sejahteralah rakyatnya, sebab tatacara yang demikian itu adalah suci dan sangatlah utamanya). Om Santih, santih, santih Om

Jumat, 27 Juni 2008


I Gede Adnyana, FGAH Dunia Maya

MANGKU VS MISIONARIS
(SEPUTAR DIALOG KONSOLIDASI PEKABARAN INJIL DI KALTIM)

Pada tanggal 25 Juni 2008, bertempat di gedung Lamin Dayak Kota bontang Kalimantan Timur, dalam sebuah seminar Konsolidasi Pekabaran Injil Dalam Masyarakat Majemuk. Parisada Hindu Dharma Indonesia Kota bontang diundang untuk memberikan pandangan Agama Hindu tentang Pekabaran Injil. Dalam kesempatan ketua Parisada Kota Bontang Agung Eka Purnawan memberikan rekomendasi kepada Paruman Pinandita, yang diwakilkan saya sebagai salah satu anggota paruman pinandita.
Para misionaris dari seluruh Kalimantan Timur sekitar 50 peserta berkumpul untuk melakukan konsolidasi bagi penyebaran Kristen di Kalimantan Timur. Konsolidasi ini dilaksanakan oleh Majelis Sinode Gereja Evangelis Kalimantan Selatan. Dalam pertemuan yang berlangsung selama kurang lebih 60 menit dibagi menjadi dua termin, 30 menit pemaparang Pandangan Hindu tentang Pekabaran Injil. Dalam pemaparan ini saya mewakili PHDI, menyanggah sebutan Hindu Bali yang tertera pada undangan, dan meminta panitia menggunakan Agama Hindu Dharma, sebab Hindu memang bukan Bali saja, tapi Hindu untuk semua umat manusia.
Dalam kesempatan tanya jawab ada begitu banyak pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan seputar hindu, yang dapat dirangkum sebagai berikut:


  • Misionaris : Apakah Hindu membenarkan Poligamy!

  • Mangku : Bukan masalah boleh atau tidak boleh, tetapi lebih pada mampu atau tidak mampu, dan karena kondisi. Hal ini dicontohkan oleh Prabu Dasarata yang memiliki tiga istri, tetapi rukun seperti saudara, satu sama lain saling mengasihi. Ketika istri pertama tidak memperoleh keturunan ia mendorong suaminya untuk menikah, demikian pula ketika istri kedua juga tidak mempunyai keturunan, ia melakukan hal yang sama. Tetapi dizaman sekarang masih adakah yang seperti itu?

  • Misionaris : Apakah kasta dalam agama Hindu masih relevan dengan perkembangan zaman dewasa ini!

  • Mangku : Kasta adalah penyimpangan dari ajaran Catur Warna dalam agama Hindu. Catur Warna disarakan pada bakat (guna) dan pekerjaan (Karma), bukan pada keturunan.

  • Misionaris :Kitab suci apa sajakah yang dipakai oleh agama Hindu dalam menghadapi masyarakat Hindu yang majemuk? Apakah ada kesamaan Kitab suci?

  • Mangku : Kitab suci yang dipakai adalah Weda yang terdiri dari sruti dan smerti. Kitab suci yang paling popular adalah itihasa Ramayana dan Mahabharata sebagai bagian dari Weda Smerti, sebab dari sinilah seseorang mulai belajar mengenal Hindu, dimana didalam mahabarata terdapat kitab Sruti Bhagawad Gita yang agung.

  • Misionaris :Hindu itu kurang diterima oleh masyarakat dewasa ini yang bisa dilihat dari jumlahnya. apakah Hindu ada greget untuk menambah kuantitas umatnya

  • Mangku : Jika dikatakan jumlahnya minim, Hindu bersama anak-anaknya, Buda, Sikh, Jaina, menempati urutan pertama. India dengan jumlah penduduk semilyar lebih merupakan kantong terbesar Hindu. Saudara tidak sadar bahwa setiap upacara adat yang ada di nusantara yang tidak diakui sebagai agama, terdapat unsure Agama Hindu. Sebagai contoh upacara sedekah bumi untuk Hyang Baruna, Bakti pertiwi untuk Ibu Pertiwi, Saren Tahun untuk Dewi Sri, dan masih banyak lagi yang kesemuanya mengacu pada pemujaan Dewa-Dewi Hindu. Jadi sangat banyak orang yang masih nglakoni ajaran Hindu walaupun tidak mengakui sebagai Hindu. Dan kami berprinsip agama yang besar harus menciptakan kedamaian terlepas dari banyak atau sedikit pengikutnya.

  • Misionaris :Karena menurut anda (Hindu) Tuhan itu satu, apakah Hindu mengakui Yesus sebagai Tuhan?

  • Mangku : Saya (HINDU) mengakui Yesus sebagai seorang Resi yang mencapai pencerahan, Yesus bukanlah satu-satunya anak Tuhan, sebab seluruh alam ini adalah putra-Nya.

  • Misionaris :Hindu sebagai agama bumi dan bukan agama langit, bagaimana menurut pandangan anda?

  • Mangku : Saya tidak keberatan karena Tuhan dalam Pandangan Hindu ada dimana-mana, bahkan ada dalam setiap makhluk yang disebut Atman. Jadi Tuhan tidak jauh ada dilangit tetapi ada disini, dan kita ada dibumi jadi yang cocok ya agama bumi. Lagi pula itu yang mengatakan manusia, Tuhan belum pernah berkata pada saya, hai kamu, agamamu agama bumi kamu harus pindah agama langit!

  • Misionaris :Apakah syarat menjadi Hindu?

  • Mangku :Jika anda tertarik menjadi Hindu cukup dengan melakukan upacara Sudi Wadani.

  • Misionaris :Bagaimana pandangan Hindu tentang Sorga dan Neraka, inkarnasi dan kiamat!

  • Mangku : Tidak ada satupun mantra/sloka yang menjamin jika seseorang masuk Hindu akan mendapatkan sorga. Sorga itu bukanlah tujuan dari seorang yang beragama Hindu. Sorga adalah hasil dari perbuatan baik dan neraka hasil dari perbuatan buruk, seorang Hindu harus berusaha melampaui perbuatan baik dan buruk untuk mencapai moksa. Jadi rumusnya sudah jelas berbuat baik mendapat sorga, berbuat buruk mendapat neraka, setelah habis masa sorga lahirlah jadi manusia yang ciri-cirinya tiak cacat, penuh kebahagiaan dan dikaruniai kemudahan. Jika lahir dari neraka bisa berupa binatang atau manusia hina, cacat, kerdil, salah ukur, penuh penderitaan di bumi ini. Konsep ringkasnya aalah Jiwa memesan badan, sampai saatnya mencapai Moksa. Saat semua makhluk mencapai moksa bersatu dengan Tuhan saat itulah Pralaya (kiamat).

  • Misionaris : Anda mengatakan agama yang berselisih itu seperti oang buta yang meraba gajah, tetapi anda tidak sadar bahwa agama tidak bisa disamakan dengan orang buta sebab merupakan wahyu?

  • Mangku : Perbedaan Keyakinan dianalogikan dalam kitab Wrhaspatti Tattwa sebagai lima orang buta meraba sekor gajah. Si A yang meraba belalainya akan mengatakan gajah itu sepeti ular, si B yang meraba ekornya mengatakan gajah itu seperti ranting, si C yang meraba perutnya akan berkata gajah itu seperti gentong, si D yang meraba kakinya berkata gajah itu seperti tiang yang kokoh, da si E yang meraba telinganya berkata gajah itu seperti daun talas yang lebar. Demikianlah kita harus menyadari bahwa masing-masing agama memiliki sudut pandang yang berbeda. Inilah sumbangan Hindu bagi kerukunan umat beragama, jika diterakan saya yakin pasti tidak akan terjadi konflik antar umat beragama. Sayangnya kita (agama yang bertikai) tidak sadar kalau kita sebenarnya buta!Inilah sumbangan Hindu bagi kerukunan umat beragama, jika diterakan saya yakin pasti tidak akan terjadi konflik antar umat beragama. Sayangnya kita (agama yang bertikai) tidak sadar kalau kita sebenarnya buta!

  • Misionaris :Apakah ada keberatan dari pihak Agama Hindu atas pekabaran Injil yang dilakukan kritsen selama ini?

  • Mangku : Tat Twam Asi, mengajarkan hendaknya seseorang selalu memandang orang lain sebagai sahabat, sebagai saudara sendiri. Menyakiti orang lain berarti menyakiti diri sendiri. Dalam Yajur Weda 40.7, disebutkan:
    Seseorang yang memandang seluruh manusia memiliki atma yang sama dan dapat melihat semua manusia sebagai saudaranya, orang tersebut tidak terikat dalam ikatan dan bebas dari kesedihan

    Hindu memandang bahwa dalam semua Agama ada kebenaran yang adi luhung walaupun disampaikan dengan jalan yang berbeda, seperti yang diuraikan dalam Bhagawad Gita IV.11 sebagai berikut:

    Ye yatha mam prapadyante
    Tams tathaiva bhajamy aham
    Mama vartmanuvartante
    Manusyah partha sarvasah.

    Bagaimanapun jalan manusia mendekati-Ku, Aku terima, wahai arjuna, manusia mengikuti jalan-Ku pada segala jalan.
    Jadi selama dengan cara yang bijak dan tidak ditujukan kepada orang yang sudah beragama tentu tidak ada keberatan dari pihak Hindu

  • Misionaris : Anda mengatakan hendaknya penyabaran agama agar ditujukan kepada orang yang belum beragama. Tetapi kita tahu bahwa di Kaltim ini semua orang telah beragama, mengapa anda (seorang Hindu) kesini (menyebarkan agama Hindu)!

  • Mangku : Sejarah mengakui bahwa sejak abad ke-4, Hindu telah menjadi agama resmi di Kalimantan Timur pada masa kerajaan Kutai. Tidakkah seharusnya saya yang bertanya kenapa anda kesini?
    Ditengah deraan para misonaris saya menyempatkan diri menyarangkan “pukulan”, dengan menolak pekabaran injil pada masyarakat yang telah beragama. Karena Hindu telah ada sejak abad ke-4 di Kaltim kenapa anda kesini? Kata-kata yang merupakan jawaban atas pertanyaan yang terakhir ini disambut dengan senyum kecut dan tepuk tangan dari para misionaris.
    Dari dialog konsolidasi ini menggambarkan bagaimana pandangan Kristen terhadap Hindu selama ini. Dipandang sebagai agama minoritas, tidak menarik, agama bumi, sistem kasta dan sebagainya. Ini merupakan PR bagi kita semua untuk bangkit, mempelajari kembali butir-butir kebijaksanaan Weda, menerapkannya bagi generasi sekarang dengan cara yang mungkin bisa dianggap lebih menarik, yang tidak hanya menonjolkan upacara-upacara, tetapi bagaimana implementasi dari cara hidup sebagai seorang Hindu. Bagaimana Hindu bisa bangkit jika tidak dimulai dari kesadaran kita sendiri sebagai seorang Hindu.
    Catatan untuk Parisada yang berada di wilayah Kalimantan dimana masih banyak saudara kita Dayak Kaharingan khususnya di Melak Kutai Barat, belum bergabung dengan Agama Hindu, agar mendapat perhatian sesegera mungkin, sebab mereka inilah sasaran empuk para misionaris. Pendekatan budaya lokal harus dikedepankan jika ingin mereka menjadi Hindu. Kita tinggal selangkah saja, maju dan rangkul mereka sebelum para misionaris menjebol benteng terakhir Kaharingan di Kutai Barat. Sudah saatnya Orang Hindu mengabarkan Weda seperti yang tertera dalam bait Yajur Weda XVI.18, sebagai berikut:

    Yathemam wacam kalyanim awadani jnebyah,
    brahma rajyanyabhyam sudraya caryaya ca swaya caranayaca.

    Demikianlah semoga hamba dapat menyampaikan sabda-sabda suci (weda) ini kepada masyarakat pada umumnya, para pedagang, petani, buruh, baik kepada keluarga golongan saya sendiri dan orang lain sekalipun.

    OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM

Selasa, 24 Juni 2008

I Gede Adnyana, FGAH Dunia Maya PANDANGAN HINDU DHARMA TENTANG PENGKABARAN INJIL OM AWIGNAMASTU NAMOSIDHAM OM ANOBADRAH KRATAWOYANTU WISWATAH Ya Tuhan semoga tiada rintangan! Ya Tuhan semoga pikiran baik datang dari segala penjuru! A. PENDAHULUAN Agama merupakan ajaran yang bersumber dari penguasa Agung alam semesta, sebagai awal, tengah dan akhir dari sarwabhawa (segala yang ada). Ia sangat sempurna, tanpa cacat, tanpa noda, tanpa awal, tengah, dan akhir. Bagaimanapun kita memikirkan-Nya sangatlah tidak mungkin membayangkan Ia yang Maha sempurna dengan pikiran yang sangat terbatas. Perlu dipahami bahwa pola pikir yang benar akan mengantarkan pemahaman secara benar. Menurut Drs. I Gede Sura, sedikitnya ada tiga pola pikir: 1. Pola pikir Ilmiah yaitu pola pikir yang didasarkan pada proses ilmiah atau dikenal juga dengan kebenaran keilmuan. Pola pikir ini sangat berguna dalam penelitian-penelitian ilmu pengetahuan yang lebih mengedepankan logika. Orang yang berhasil menerapkan pola pikir ini dikenal dengan ilmuan. Misalnya Einstein, Thomas Alpha Edison, dsb. 2. Pola pikir Filsafat, didasarkan pada renungan secara mendalam oleh manusia sehingga kebenaran yang diperoleh adalah kebenaran filsafati, sedangkan sang perenung yang memperoleh jawaban atas pokok persoalan yang dipecahkan disebut Filosof atau filsuf. Misalnya: Plato, Aristoteles, dsb. 3. Pola pikir Agama yang bersumber dari keyakinan. Karena bersumber dari keyakinan maka pola pikir agama lebih mengutamakan rasa. Pola pikir agama sangat dipengaruhi oleh ajaran dari masing-masing agama, karena itu agama yang berbeda memiliki pola pikir yang berbeda pula. Pola pikir Agama Hindu akan berbeda dengan pola pikir Islam, Kristen, Katolik maupun Buddha. Untuk memperoleh cara berfikir yang sistematis, seseorang harus memilah-milah sendiri dalam pikirannya apakah ini agama, apakah ini filsafat ataukan ilmiah. Namun dalam kenyatannya terkadang ada kaitan antara satu pola pikir dengan pola pikir yang lain, yang mana hal ini akan menimbulkan kerancuan apabila tidak didasari oleh Wiweka. Campur aduk pola pikir agama-agama sangat sering terjadi sehingga terkesan adanya pemaksaan atau penjajahan oleh satu agama terhadap agama yang lain. Hal ini dinalogikan dalam kitab Wrhaspatti Tattwa sebagai lima orang buta meraba sekor gajah. Si A yang meraba belalainya akan mengatakan gajah itu sepeti ular, si B yang meraba ekornya mengatakan gajah itu seperti ranting, si C yang meraba perutnya akan berkata gajah itu seperti gentong, si D yang meraba kakinya berkata gajah itu seperti tiang yang kokoh, da si E yang meraba telinganya berkata gajah itu seperti daun talas yang lebar. Demikianlah kita harus menyadari bahwa masing-masing agama memiliki sudut pandang yang berbeda. Tidak dapat dipungkiri bahwa ketidaktahuan alias kebodohanlah yang menyebabkan terjadinya berbagai konflik agama, misalnya kalau di agama A ada ini maka seorang yang beragama B akan menjawab,”Ia dalam agama saya juga ada ini!” Walaupun jawaban si B tadi belum tentu benar. Karena itulah setiap orang hendaknya mengetahui, mamahami, dan mengamalkan agamanya secara benar. Dalam setiap praktek agama (sadhana) ada tiga unsur pokok yang selalu ada yaitu: 1. Mudra, gerakan tubuh atau badan yang digunakan saat manusia berhubungan dengan Tuhan. Dari mudra melahirhkan seni tari, baik sacral maupun profan. 2. Mantra/ doa (man=pikiran, tra=membebaskan keterikatan), ucapan suci yang ditujukan kepada Tuhan untuk menacapai kebagaiaan Lahir (jagadhita) dan rohani (Moksa). Dari Mantra lahir seni suara dan lagu-lagu. 3. Yantra, yaitu sarana pemusatan pikiran, arah atau kiblat kemana seseorang menyembah, bisa berupa aksara (a=tidak, ksara=pecah), gambar, atau benda-benda. Dari Yantra lahir seni rupa baik 2 dimensi maupun 3 dimensi. B. PANDANGAN HINDU TENTANG PENYEBARAN KITAB SUCI Agama yang berbeda-beda ibarat beberapa buah jalan menuju tujuan yang sama, sebab Tuhan yang disembah hanyalah satu. Hal ini diuraikan dalam Reg Weda Mandala I Sukta 164 Mantra ke-46 yangmenyebutkan: Indram Mitram Varuna Agni ahur atho divyah sasuparno garutman, Ekam sad vipra bahudha vadhantyagnim yamam matarisvanam ahuh. Artinya: Mereka menyebutkan Indra, Mitra, Varuna, Agni, dan dia yang bercahaya yaitu Garutman yang bersayap elok. Satu itu (Tuhan) sang bijaksana menyebut dengan banyak nama seperti Agni, Yama, Matarisvan. Lebih lanjut hal ini dijelaskan juga dalam Mantram Tri Sandhya bait ke-2: Eko narayana nadwityo’sti kascit Hanya satu Tuhan (Narayana) tiada yang ke-dua Karena Tuhan itu satu maka semua agama bersumber dari yang satu yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Jika agama diwahyukan oleh Tuhan yang berbeda tentu akan ada pemisahan ciptaan Tuhan. Jika demikian Hindu akan menjadi agama yang paling arogan karena Tuhannya paling tua, tentu ini merupakan satu pandangan yang amat keliru (asmita). Ajaran suci yang terangkum dalam kitab suci hendaknya diajarkan kepada setiap orang, seperti termuat dalam bait Yajur Weda sukta XVI mantra 18, sebagai berikut: Yathemam wacam kalyanim awadani jnebyah, brahma rajyanyabhyam sudraya caryaya ca swaya caranayaca. Demikianlah semoga hamba dapat menyampaikan sabda-sabda suci (weda) ini kepada masyarakat pada umumnya, para pedagang, petani, buruh, baik kepada keluarga golongan saya sendiri dan orang lain sekalipun. Dalam uraian diatas dijelaskan bahwa ajaran suci Weda harus sampai kepada semua orang tanpa membedakan profesi maupun golongan. Namun demikian dewasa ini penyebaran agama hendaknya mempertimbangkan berbagai hal. Karena agama merupakan keyakinan maka amat erat kaitannya dengan perasaan. Hendaknya penyebaran agama bukan ditujukan kepada mereka yang sudah beragama, karena hal ini disamping rawan konflik juga pekerjaan yang sia-sia, hal ini dijelaskan dalam Bhagawad Gita II.46, sebagai berikut: Yavan artha udapane Sarwatah samplutodake Tawan sarwesu vedesu Brahmansya vijanatah Sebagai halnya sebuah kolam didaerah banjir yang digenangi air dimana-mana, demikian pula kitab suci bagi para arif bijaksana Hendaknya pengkabaran kitab suci tepat sasaran yaitu pada orang yang haus akan siraman Rohani dan bukan pada orang yang telah mengerti memamahi dan mengamalkan ajaran agamanya. Dewasa ini lebih baik para tokoh agama berkonsentrasi membina umat secara kedalam, meninggalkan pola lama yang exklusif menjadi inklusif. Terlebih lagi saat ini agama-agama amat rawan dengan aliran-aliran yang menyimpang dari rel induknya yang amat sangat perlu untuk diperhatikan. Perilaku menyinggung merendahkan keyakinan orang lain amat bertentangan dengan ajaran cinta kasih yang diajarakan oleh semua agama. Hindu dengan Tat Twam Asi, mengajarkan hendaknya seseorang selalu memandang orang lain sebagai sahabat, sebagai saudara sendiri. Menyakiti orang lain berarti menyakiti diri sendiri. Dalam Yajur Weda 40.7, disebutkan: Seseorang yang memandang seluruh manusia memiliki atma yang sama dan dapat melihat semua manusia sebagai saudaranya, orang tersebut tidak terikat dalam ikatan dan bebas dari kesedihan. Atma adalah percikan terkecil dari Tuhan yang bersemayam dalam diri setiap makhluk, yang menjadikannya hidup. Artinya semua makhluk memiliki zat yang hakiki yang bersumber dari Tuhan Yang Esa. C. PANDANGAN HINDU TENTANG PINDAH AGAMA Tidak ada satupun mantra/sloka yang menjamin jika seseorang masuk Hindu akan mendapatkan sorga. Sorga itu bukanlah tujuan dari seorang yang beragama Hindu. Sorga adalah hasil dari perbuatan baik dan neraka hasil dari perbuatan buruk, seorang Hindu harus berusaha melampaui perbuatan baik dan buruk untuk mencapai moksa. Jadi rumusnya sudah jelas berbuat baik mendapat sorga, berbuat buruk mendapat neraka. Agama apapun yang dianut jika prilaku tidak mencerminkan kebajikan pasti neraka imbalannya. Dan Hindu tidak ingin hanya tinggal disorga sebagai ciptaan Tuhan, tetapi lebih dekat lagi selalu ada didalam Tuhan, bersatu dengan Brahman. Ini bisa dicapai jika seseorang menyadari bahwa menyembah bukan untuk sorga tetapi demi untuk sembah itu sendiri. Bekerja bukan untuk hasil tapi demi kerja itu sendiri. Berusaha bebas dari keterikatan terhadap duniawi, dan menyandarkan diri hanya kepada Brahman (Tuhan). Bagaiamana dengan kasus pindah agama? Dalam pandangan Weda jika seseorang berpindah agama maka dia hanyalah berpindah jalan, sementara Tuhan yang disembah hanyalah satu. Hindu memandang bahwa dalam semua Agama ada kebenaran yang adi luhung walaupun disampaikan dengan jalan yang berbeda, seperti yang diuraikan dalam Bhagawad Gita IV.11 sebagai berikut: Ye yatha mam prapadyante Tams tathaiva bhajamy aham Mama vartmanuvartante Manusyah partha sarvasah. Bagaimanapun jalan manusia mendekati-Ku, Aku terima, wahai arjuna, manusia mengikuti jalan-Ku pada segala jalan. Dalam sloka diatas ditegaskan bahwa adanya berbagai jalan atau cara untuk mendekati Tuhan. Jadi jika sudah tahu tujuannya satu untuk apa berpindah agama, jika harus start dari awal kembali, terkecuali anda belum beragama. Manusia yang kaya adalah manusia yang bebas dari penderitaan. Manusia yang bebas dari penderitaan adalah ia yang bebas dari kebodohan. Hanya ia yang memiliki pengetahuan, yang bebas dari kebodohan, milikilah pengetahuan itu, yang menyebabkan lenyapnya kebodohan. OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM

Jumat, 13 Juni 2008

Nilai-Nilai Pengendalian Diri Dalam Karang Patra

I Gede Adnyana, FGAH Dunia Maya
NILAI-NILAI PENGENDALIAN DIRI DALAM KARANG PATRA
A. PURWAKA OM SWASTYASTU OM AWIGNAMASTU NAMA SIDDHAM, Dewasa ini kita sering mendengar berita kejadian-kejadian kriminal, baik di media cetak maupun elektronik. Semakin meningkatnya pemberitaan kriminal oleh media informasi ternyata justru semakin meningkatkan kuantitas mapun kualitas kriminal. Sebagai contoh pernah terjadi mutilasi lantaran pelaku meniru apa yang di beritakan di berbagai media informasi., sementara upaya penegakan hukum dinegara kita belum maksimal. Kehidupan yang semakin sulit menciptakan persaingan hidup yang semakin rumit. Setiap orang berusaha memenuhi kamanya masing-masing, pola hidup masyarakat dewasa ini semakin rumit, semakin banyak tuntutan yang pada umumnya bersumber pada ketidak mampuan mengendalikan diri. Ketidak mampuan mengendalikan diri dapat di picu oleh beberapa hal, antara lain: 1. Judi, permainan dengan taruhan yang dapat menyesatkan pikiran, rumah tangga hancur, tidak ada harapan masa depan. Kita masih ingat betapa bijaksananya Yudistira, namun karena melakukan permainan judi kebijaksanaanya menjadi hilang. 2. Lapar, yang bisa berakibat pada kurangnya konsentrasi dan dapat mamicu rasa marah. Makanan begitu penting bagi badan, karena tanpa makan badan ini tidak ada. Dalam keadaan lapar umumnya seseorang akan mudah marah (kroda), dari marah timbulah kebingungan (moha). 3. Terlalu menuruti hawa nafsu (kama), sehingga pikiran dibebani oleh keinginan-keinginan. Keinginan seseorang tidak akan pernah habis jika dituruti, Mahabharata melukiskan bahwa kama lebih banyak dari rumput dibumi. Kekawin Ramayana menyuratkan 4. Terlanjur bohong/ dusta yaitu keadaan tidak selarasnya hati dan ucapan. Satu kebohongan akan menimbulkan kebohongan yang lain, sehingga tumpukan kebohongan merupakan virus bagi pikiran, jiwa dan tubuh kita. Kebohongan adalah racun bagi pikiran. Obatnya hanya satu yaitu jujur. 5. Mabuk akibat minum minuman keras yang berakibat pada hilangnya kesadaran pikiran. Minuman keras bagi tubuh adalah racun, yang dapat membakar syaraf-syaraf otak, menyempitkan pembuluh darah serta rentan dengan tindakan criminal. Hal-hal diatas merupakan sebagian kecil saja yang dapat memicu hilangnya kemampuan mengendaliakn diri. Untuk memudahkan hidup kita, berikut ada beberapa tips pengendalian diri, antara lain: 1. Hindari minuman keras, judi, dan makan teratur (bratha) 2. Ingat bangun sebelum matahari terbit lantunkan Gayatri (sauca) 3. Nikmati hidup dengan kesadaran dan rasa eling akan kebesaran Tuhan (bhakti) 4. Damailah dengan sang hidup, hidup sederhana dan tidak berlebihan. (santih) 5. Usaha yang tekun pada meditasi dan usaha pengendalian diri (tapa) Jika si A memiliki barang mewah, si B berusaha memilikinya, demikian seterusnya. Bila kita terlalu menuruti keingian orang lain juga dapat berakibat pada buntunya pikiran kita. Sebagai anugrah agama adalah milik semua insan, dan bukanlah milik orang-orang yang berpendidikan semata, tetapi adalah juga milik mereka yang buta huruf. Karena itu Hindu berusaha agar semua orang yang tinggal di dalamnya mampu belajar tentang esensi dari agama. Pura sesungguhnya semacam kitab suci terbuka, artinya setiap orang yang datang ke Pura diharapkan mampu memetik pelajaran yang berharga. Dalam penyampaian ajarannya Hindu sangat memperhatikan tiga aspek yang dapat mengarahkan umatnya untuk mengendalikan diri, yaitu keseimbangan antara kebenaran (satyam) yang memudahkan hidup, kesucian (Siwam) yang mengarahkan hidup, dan keindahan (Sundaram) yang menghaluskan hidup. Ketiganya merupakan hal yang tak dapat dipisahkan, Sehingga antara satu dengan yang lainnya saling mendukung. Veda mengajarkan tiga esensi dasar, yang merupakan sadhana, seperti yang dikutip dalam kitab Mahanirwana Tantra antara lain: 1. Mudra, yang berasal dari urat kata Mud, yang artinya membuat senang. 2. Mantra, merupakan Ucapan yang membebaskan pikiran. 3. Yantra, merupakan lambang, simbol Sang Hyang widhi Wasa. Ke tiga esensi dasar dari sadhana di atas mengandung satyam, siwam, sundaram, artinya mengandung kebenaran, kesucian dan keindahan. B. PESAN PENGENDALIAN DIRI DALAM KARANG PATRA Apit Surang atau Candi Bentar Tidak dapat dipungkiri bahwa letak pura biasanya berjauhan dengan letak pemukiman penduduk. Hal ini menyebabkan orang yang hendak bersembahyang kadang-kadang memiliki pikiran-pikiran yang melayang-layang, oleh karena itulah dengan adanya apit surang diharapkan orang mulai menarik pikirannya agar terfokus pada usaha untuk mendekatkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Kori Agung dan Karang Boma Kori agung berpesan pada setiap orang yang hendak sembahyang benar-benar mengendalikan pikirannya. Pikiran itu bagaikan kuda liar yang harus ditundukkan. Langkah pertama untuk menangkapnya adalah mempersempit ruang geraknya, langkah berikutnya tidak memberinya makan hingga menjadi lemah, selanjutnya kuda siap menuruti kehendak tuanya. Hal serupa dapat diterapkan untuk menguasai pikiran dengan seni pengosongan pikiran (zero mind process). Karang boma berpesan, karena terbatasnya waktu kita untuk meningkatkan kehidupan rohani, sehingga diharapkan jangan lagi menunda-nunda untuk berbuat baik, lakukan pengendalian diri sekarang juga. Di dalam kitab Sarasamuscaya disebutkan: Iking tang janma wwang, ksanikabhawa ta ya, tan pahi lawan kedapning kilat, durlaba towi, matangyan pongakena ya ri kagawayanning dharma sadhana, sakaranangin manasanang sangsara, swargaphala kunang. Terjemahan: Kelahiran menjadi manusia pendek dan cepat keadaannya itu, tak tak ubahnya dengan gerlapan kilat, dan amat sukar pula untuk diperoleh; oleh karenanya itu, gunakanlah sebaik-baiknya kesempatan menjadi manusia ini untuk melakukan penunaian dharma, yang menyebabkan musnahnya proses lahir dan mati, sehingga berhasil mencapi sorga. Karang Gajah atau Karang Asti, Karang Gajah merupakan ukiran berbentuk kepala gajah. Adapun maknanya adalah hendaknya seseorang haruslah astiti bhakti dengan segenap tekad dan kekuatan yang ada, dengan sungguh-sungguh akan berusaha mengalahkan rintangan-rintangan yang ada. Kekuatan seseorang terdapat pada ketenangannya menghadapi berbagai persoalan, mampu berbuat baik walau dalam keadaan sulit dan tulus dalam menghadapi hidup. Ketulusan dalam menghadapi hidup adalah kekuatan tak ternilai. Harta ini harus selalu dijaga dengan astiti bakti, menghubungkan diri dengan Sang Hyang Widhi Wasa. Daun Waru dan Patra Punggel Motif daun waru yang melambangkan waranugraha, atau anugrah dari Sang Hyang Widhi Wasa. Anugrah baru dirasakan jika seseorang selalu bersyukur dan mampu mengendalikan indriyanya seperti yang digambarkan dalam. Patra punggel. Patra punggel mengisyaratkan agar manusia memotong atau memangkas pikiran-pikiran yang menyebabkan manusia terbelit dalam suka dan duka. Bhagawad Gita menjelaskan: Melepaskan tanpa kecuali semua keinginan lahir dari keakuan, mengendalikan dengan pikiran semua indria pada semua sisi (BG,VI.24) Dengan akal budi yang penuh kesabaran, dengan pikiran yang menetap pada atma, biarlah ia mencapai ketenangan perlahan-lahan. Janganlah ia memikirkan apa-apa yang lain (BG. VI.25). Karena kebahagiaan tertinggi datang pada yogin yang pikirannya tenang yang nafsunya tidak bergolak, yang keadaannya bersihdan bersatu dengan Tuhan (BG. VI. 27) Dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan tertinggi akan datang jika seseorang mampu mengendalikan pikiran. Karang Tapel Karang tapel menandakan bahwa badan kita sesungguhnya sesuatu yang tidak kekal. Janganlah kecantikan, ketampanan masa muda menghalangi tujuan manusia yang sesungguhnya. Namun demikian melalui badan ini manusia mampu mengetahui baik dan buruk. Sarasamuscaya sloka 2 menyebutkan: Ri sakwehning sarwa bhuta, iking janma wwang juga wenang gumawayaken ikang subhasubhakarma, kuneng panentasakena ring subhakarma ikang asubhakarma, phalaning dadi wwang. Terjemahan: Diantara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia sajalah, yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk, leburlah kedalam perbuatan baik, segala perbuatan yang buruk itu; demikianlah gunanya menjadi manusia. Motif Kakul Motif kakul atau keong mengisyaratkan agar kemanapun kita selalu memohon perlindungan. Jika keong selalu membawa rumahnya kemana-mana sebagai tempat perlindungan maka manusia hendaknya selalu eling pada sang Maha Pencipta, dan berpegang teguh pada dharma sebagai tempat berlindung. Sarasamuscaya sloka 18, menjelaskan: Mwang kotaman ikang dharma, prasidda sangkaninghitawasana, irikang mulahaken ya, mwang pinaka sraya sang pandita, sangksepanya, dharma mantasakenikang triloka. Terjemahan: Dan keutamaan dharma itu sesungguhnya merupakan sumber datangnya kebahagiaan bagi yang melaksanakannya; lagi pula dharma itu merupakan perlindungan orang yang berilmu; tegasnya hanya dharma yang dapat melebur dosa Triloka atau jagad tiga itu. Karang Sae Karang Sae merupakan simbul dari binatang buas, mengisyaratkan agar manusia sadar bahwa dirinya dipenuhi nafsu-nafsu binatang. Di dalam kakawin Ramayana disebutkan “Ragadi musuh maparo, rihati ya tonggwanya tan madoh ringawak….”. Artinya : nafsu adalah musuh yang paling dekat, di hati tempatnya tak jauh dari badan…… Hawa nafsu atau kama yang tidak dikendalikan merupakan rintangan dalam meningkatkan kehidupan spiritual. Latihan mengendalikan kama dapat dilakukan dengan mulai menerima kondisi nyata dari diri kita. Karena kebahagiaan itu bukanlah suatu keadaan miskin atau kaya melainkan suatu sikap mengahadapi kenyataan hidup. C. KESIMPULAN Ketika kita mengkondisikan pikiran untuk selalu terkendali, melenyapkan nafsu angkara, menyirami hati nurani dengan cahaya pengetahuan (Vidya) maka dengan sendirinya Viveka Jnana akan tumbuh menjadi payung abadi. Ibarat tedung (payung) yang memberi kesejukan tatkala matahari menyengat, namun ketika hujan turun ia juga mampu melindungi dari air, demikianlah jika seseorang memiliki Viveka akan terlindung dari segala kesengsaraan (suka-duka). Dengan demikian menjadi teranglah bahwa sesungguhnya apa yang terpahat dalam ornamen seni ukir Karang Patra, mengalir dari “sungai-sungai Veda”, yang menyirami “lembah-lembah hati” yang kering dan gersang, menumbuhkan kesejukan hati, jiwa menjadi tentram dan pikiran terkendali saat itulah mencapai kebahagiaan sejati. Bagaikan air sungai yang mengalir dari berbagai pegunungan yang pada akhirnya akan bermuara di laut. Siapa saja yang mengerti dengan benar ajaran pengendalian diri yang terkandung dalam karang patra, menerapkan semangat yang terkandung didalamnya niscaya ia akan mencapai hidup bahagia. Moksartham jagadhitaya ca iti dharma. Om Santih, Santih, Santih Om.

Selasa, 03 Juni 2008

cara jitu bikin blog

I Gede Adnyana, FGAH Dunia Maya Cara Membuat Blog / Website yang Disukai Google & Yahoo 7 April 2008 in SEO, Webdesign, tips, trik Tags: google, membuat blog, search engine, SEO, tips, trik, yahoo Dua minggu yang lalu saya kaget setengah mati. Blog saya ini hilang dari Yahoo. Alias jika orang mengetikkan alamat blog saya atau kata kunci apapun di Yahoo, tidak ada satu pun halaman dari blog saya yang keluar? Bagaimana mungkin, sedangkan Google masih rajin mengindeks blog saya ini? Syukurlah, setelah saya melakukan “perbaikan”, sekarang Yahoo sudah mulai mengindeks dan menyukai blog saya. Perbaikan seperti apa? Artikel ini membahas tentang kriteria blog atau website yang disukai google atau yahoo, dengan kata lain bagaimana agar berada pada posisi tinggi saat orang memasukkan kata kunci di Google / Yahoo. Jika yang Anda cari adalah bagaimana cara membuat blog atau website itu sendiri, silakan klik di artikel cara membuat blog, atau cara membuat website gratis. Kembali ke permasalahan. Begitu blog saya hilang dari Yahoo, langsung deh saya introspeksi, apa yang salah dengan blog saya? Saya buka Yahoo Quality Content atau kriteria web seperti apakah yang menurut yahoo adalah berkualitas. Yahoo menyukai: Halaman yang unik, asli, bermutu (bukan copy-paste dari sumber lain) Halaman yang didesign untuk manusia, bukan untuk search engine. Link dalam halaman tersebut berhubungan dengan isinya. Metadata (title, description, keyword) yang benar-benar mendeskripsikan isi. Design web yang baik secara umum. Yahoo tidak menyukai (halaman ini akan hilang dari database Yahoo atau berada di urutan paling buncit): Halaman yang mempengaruhi keakuratan atau relevansi search result. Halaman yang redirect ke halaman lain (doorway) Banyak situs atau halaman yang isinya sama. Halaman yang sebagian besar isinya berisi atau link ke halaman website lain, misalnya isinya tentang program-program afiliasi. Web dengan jumlah hostname virtual yang sangat banyak. Halaman yang sangat banyak, dibuat secara otomatis tanpa isi yang bernilai (cookie-cutter pages) Halaman yang menggunakan metode artifisial (buatan) untuk mempengaruhi search engine rangking. Halaman yang menggunakan teks atau link yang tidak terlihat pengunjung. Halaman yang berbeda dilihat search engine dan pengunjung normal (cloaking). Terlalu banyak link ke situs lain untuk mempopulerkan situs tersebut (link schemes). Halaman yang dibuat dengan tujuan utama untuk Search Engine dengan banyak keyword dan tidak relevan. Penggunaan nama atau merek yang bukan haknya. Situs yang membuka banyak pop-ups, menginstall malware, spyware, virus, trojans, atau mempengaruhi user navigation browser pengunjung. Halaman yang terlihat berisi penipuan atau kecurangan. Karena merasa tidak membuat kecurangan-kecurangan di atas, saya mengisi form Yahoo di sini Yahoo! Search URL Status Review Form. Jawaban Yahoo:It has been determined that your site may not comply with Yahoo!’s Content QualityGuidelines. Listed below are some of the more common reasons that a site may violatethese guidelines: - Cloaking (showing crawlers deceptive content about a site)- Massive domain interlinking- Use of affiliate programs without the addition of substantial unique content- Use of reciprocal link programs (aka “link farms”)- Hidden text- Excessive keyword repetition Saya berpikir ulang, saya melanggar apa ya? Kemudian saya melakukan hal berikut: Untuk menghindari “massive domain interlinking“, saya buang Tag Cloud Widget. Untuk menghindari “reciprocal link program” saya tidak mengisi blogroll dengan link ke directory web / directory blog. Untuk menghindari salah sangka perbuatan penipuan atau pelanggaran hukum saya ganti judul posting blog saya (isinya tetap): 11 Cara Penipuan Gaya Baru di Internet diganti menjadi 11 Cara Penipuan Gaya Baru di Internet (cara menghindari) 13 Macam Email Berantai yang konyol diganti menjadi 13 Macam Email Berantai yang konyol (break chain letters) Syukurlah, setelah melakukan perbaikan-perbaikan di atas, blog saya ini kembali nongol di Yahoo, dan satu persatu halaman dalam blog ini diindeks oleh Yahoo. Website / blog yang berkualitas menurut google Sejak awal blog ini di buat, google kelihatan menyukai blog saya, terlihat dari banyaknya trafik (ratusan) dari search engine padahal PR di awal bulan April 2008 ini masih 0. Mungkin karena blog saya dibuat dengan memperhatikan Design & Content Guidelines dari Google. Design dan isi yang sukai google: Situs dengan susunan yang jelas dan menggunakan teks sebagai link (bukan gambar). Setiap halaman harus dapat dicapai dengan satu buah teks link statik. Memiliki site map yang memudahkan pengunjung, jika satu halaman site map terdapat lebih dari 100 link, maka pisahkan dalam halaman lain. Berisi informasi yang berguna, padat dan isinya jelas. Pikirkanlah kata-kata apa yang dicari orang untuk membuka website Anda, pastikan bahwa dalam web Anda benar-benar terdapat kata tersebut. Usahakan menggunakan teks, bukan gambar untuk menjelaskan nama, isi, atau link. Google crawler tidak mengenali teks yang ada di dalam gambar. Pastikan judul dan atribut ALT akurat. Periksa apakah ada link yang mati dan kode HTML yang salah. Jika Anda menggunakan dynamic pages, (misalnya URL dengan tanda “?”, berhati-hatilah bahwa tidak setiap search engine dapat mengindeks halaman dinamic. Buat parameter sesingkat mungkin dan sesedikit mungkin. Link dalam satu halaman kurang dari 100 buah. Hal-hal yang dilarang google: Jangan membuat halaman yang berbeda ketika dilihat pengunjung atau search engines (cloaking). Tidak menggunakan trik untuk meningkatkan ranking search engine. Cara yang mudah untuk meningkatkan ranking di google adalah dengan bertanya pada diri sendiri: Apakah web saya berguna bagi pengunjung? Jangan tukar menukar link dengan website atau blog yang isinya tidak berhubungan dengan website atau blog Anda (link schemes). Jangan menggunakan tool otomatis untuk submit page atau check page rank, google tidak merekomendasikan program semacam WebPosition Gold. Hindari teks atau link yang tidak kelihatan (kecil sekali atau warnanya sama dengan background) Jangan menggunakan cloaking atau sneaky redirect. Jangan menggunakan submit otomatis ke search engines. Jangan mengisi halaman dengan keywords yang tidak relevant. Jangan membuat halaman, subdomain, atau domain dengan isi yang sama persis. Jangan membuat halaman yang ditujukan untuk phising, menginstall virus, trojan, atau badware lain. Hindari doorway yang hanya dibuat untuk search engines. Hindari halaman yang hanya berisi program afiliasi dengan sedikit atau tidak ada isi yang original. Jika situs Anda berisi tentang program afiliasi, pastikan bahwa situs Anda memiliki nilai tambah. Isi website Anda dengan tulisan yang unik (bukan copy-paste) dan isi yang relevan. Saran dari google (Google Friendly Site): Berikan informasi yang dibutuhkan pengunjung dengan infomasi yang berkualitas. Pastikan website lain memasang link ke website Anda. Dalam menentukan ranking, Google mengkombinasikan jumlah link yang mengarah ke website Anda (pagerank) dan isi dari website Anda. Buat website yang mudah dalam hal navigasi. Semua halaman harus terhubung minimal dengan satu teks link. Hindari “cloaking” atau membayar SEO service, yaitu perusahaan yang menawarkan bisa meningkatkan posisi Anda pada search engine. Banyak metode yang dilakukan oleh SEO Service melanggar ketentuan google ini. Bagaimana, sekarang cek apakah website atau blog Anda sesuai dengan kriteria di atas? Penulis: Oka Mahendra (http://tutorialgratis.wordpress.com/) Link ke artikel ini: Cara Membuat Blog / Website yang Disukai Google & Yahoo Tulisan terkait: Cara cepat website / blog Anda terindeks Search Engine

Selasa, 29 April 2008

PRANI

I Gede Adnyana, FGAH Dunia MayaPRANI OM AWIGNAMASTU NAMO SIDHAM OM ANOBADRAH KRATAWO YANTU WISWATAH Prani dalam kamus sansekerta artinya hidup. Kekuatan hidup (badan) ini bersumber dari makanan. Tidak akan ada badan jika tidak ada makanan (lihat pengantar Sarasamuscaya). Lebih dalam lagi menghaturkan prani artinya mempersembahkan hidup ini kepada Sang Hyang Widdhi. Dengan mempersembahkan hidup ini kepada Sang Hyang Widdhi kita akan memperoleh kekuatan hidup. Prani terbuat dari makanan, karena makanan memberikan kekuatan bagi segenap mahluk. Makanan yang disajikan adalah makanan yang bersumber dari ketulusan hati sebagai wujud rasa bakti, disajikan ditempat khusus untuk persembahan. Mengenai cara menyajikan diserahkan kepada umat untuk mempersembahkan yang terbaik. Bahan prani dapat terdiri dari: Sarwa tumuwuh misalnya nasi dan sayuran Sarwa metaluh misalnya ayam dan telornya Sarwa lekad (yang beranak) misalnya babi, menjangan, dsb. Jika ingin melengkapi maka hendaknya ditambah bumbu yang mengandung sad rasa sebagai inti sari panca maha bhuta (manis, asam, asin, pait, sepet, pedas). Setelah disajikan diatasnya ditaruh canang. Maknanya adalah melalui persembahan prani memohon kekuatan hidup, agar dapat menjalani hidup ini dengan kebijaksanaan (wiweka jnana). Hidup ini tidak akan berharga jika tidak diterangi oleh wiweka janana. Persembahan prani pada umumnya saat piodalan (Nyejer) atau saat pembangunan dengan harapan kita diberikan kekuatan, tahan godaan dan senantiasa bijaksana sehingga mampu menyelesaikan pembangunan dengan hasil yang baik sesuai harapan kita bersama. Untuk mempersembahkan prani tidak harus pemangku semua umat boleh menghaturkan dengan mengunakan berbagai bahasa (boleh bahasa Bali, Jawa, Bugis, Inggris, Jepang, hati dsb) yang intinya bermaksud mempersembahkan prani dengan harapan Hyang Widdhi memberikan anugrah bagi diri kita, keluarga, dan semua orang yang terlibat dalam pembangunan, berupa kekuatan hidup, tahan godaan dan senantiasa bijaksana. Caranya adalah diperciki tirta atau air yang dimohon untuk menyucikan (OM Bhatara Wisnu Titiang Nunas Tirta Pengelukatan Pebersihan). Setelah disucikan lalu disampaikan maksunya dengan bahasa sendiri. Atau dengan mantra : Om Bhuktiantu sarwata dewa, Bhuktiantu tri lokanam, Saganah sapari warah, sawarga sadasi dasah, Om Dewa boktre laksana ya namah, Om Dewa trepti laksana ya namah, Om Treptia parameswara ya namah swaha. Mengenai waktu persembahan prani untuk piodalan adalah saat Nyejer, sedangkan untuk pembangunan setelah memasak atau disesuaikan dengan kesempatan dan kemampuan warga. OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM

CUNTAKA

Motto “Kebersihan pangkal kesehatan” telah terbiasa didengar dan patut diwujudkan dalam kehidupan seharian. Bersih dan sehat yang mcli­puti lahir batin yang sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan perlu selalu diusabakan dan dipelihara. Lingkungan yang bersih dan sehat baik ruangan belajar, rumah tangga maupun lingkungan masyarakat dapat me­nimbulkan suasana yang bersih dan segar terhadap lahir batin seseorang. Lebih-lebih lagi keadaan bersih itu didukung oleh indah, rapi dan aman. Kebersihan dan kesehatan phisik secara individu dapat diusahakan dan dipelihara dengan jalan makan yang cukup sesuai dengan aturan kese­hatan, bekerja, olah raga, yoga asana, istirahat serta tidur yang cukup dan teratur. Di samping itu tentu kebersihan badan, pakaian dan sikap badan setiap bekerja harus pula tidak diabaikan. Sedangkan kebersihan dan kesehatan batin dapat diusahakan de­ngan jalan melaksanakan pranayama persembahyangan dan membaca serta mempelajari ajaran-ajaran agama secara terus-menerus. Kitab Manawa Dharma Sastra V. 109 menyatakan sebagai berikut: adbhirgatrani suddhyanti manah satyena suddhyati vidyatapobhyam bhutãtma buddhir jnanena suddhyati Terjemahan tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran, jiwa manusia dengan pelajaran suci dan tapa brata, kecerdasan dengan pengetahuan yang benar. Faktor apakah, yang menyebabkan seseorang tidak suci (cuntaka) dan apa pula yang patut dilakukan .untuk memulihkan keadaan menjadi ncfrmal kembali? Berdasarkan sastra agama yang tata cara penterapannya telah ditetapkan dalam keputusan Seininar Kesatuan Tafsir Aspek-aspek Agama Hindu, maka keadaan cuntaka disebabkan oleh hal-hal berikut: 1. Kematian 2. Haid (menstruasi) 3. Wanita melahirkan 4. Wanita keguguran kandungan 5. Perkawinan 6. Wanita hainil tanpa biakaon 7. Bayi lahir dan kehainilan tanpa upacara 8. Perkawinan gamia gamana 9. Mitra ngalang (semara dudu) 10. Salah timpal 11. Karena sakit (sakit kelainan) 12. Karena melakukan Sad Tatayi Lebib lanjut sebelum ada proses pemulihan keadaan cuntaka menjadi nor­mal kembali, patut diketahui pula mengenai ruang lingkup dan batas waktu cuntaka sesuai dengan penyebabnya masing-masing. Adapun ruang lingkup dan batas waktu cuntaka ini adalah sebagai benkut A. Ruang lingkup 1. Kematian : keluarga terdekat sampai inindon serta orang-orang yang mengga­ garap upacara kematian maupun yang ikut mengantar jenazah ke setra, termasuk pula alat-alat yang dipergunakan dalam keper­ luan itu. 2. Karena haid : diri pribadi yang bersangkutan dan kamar tidurnya. 3. Karena melahirkan : diri pribadi, suaminya dan rumah yang ditempatinya. 4 Wanita keguguran : diri pribadiriya, suaminya dan rumah yang ditempatinya. 5. Perkawinan : penganten yang bersangkutari dan kamar tidumya. 6. Wanita hamil tanpa biakaon : diri pribadi yang bersangkutan dan kamar tidurnya. 7. Bayi lahir dan kehamilan tanpa upacara : diri pribadi, bayi dan rumah yang ditempatinya. 8. Perkawinan gamia/gamana : yang melakukan perkawinan dan Desa/Br. adatnya. 9. Mitra ngalang : orang yang bersangkutan dan ka­mar tidurnya. 10. Salah timpal : diri pribadi dan desa adatnya. 11. Karena sakit (kelainan) : diri pribadi dan pakaiannya. 12. Karena Sad Tatayi diri pribadi yang bersangkutan. B. Batas Waktu keadaan cuntaka 1. Kematian : disesuaikan dengan loka drsta dan sastra drsta. 2. Karena haid : selama masih kotor sampal mem­bersihkan diri pribadi. 3. Karena melahirkan : sekurang-kurangnya selama 42 hari dan berakhir setelah men­dapatkan tirtha pembersihan dan suaminya sekurang-kurang­ nya sampai kepus pungsed bayinya, setelah mendapat pembersihan. 4. Wanita keguguran : sekurang-kurangnya 42 hari dan berakhir setelah mendapat tirtha pemhersihan. 5. Perkawinan : sampai mendapat tirtha pabia­kaonan. 6. Wanita hamil tanpa Biakaon : sampai dengan adanya upacara biakaon. 7. Bayi lahir tanpa upacara perkawinan :sampai dengan adanya yang “memeras” Si bayi sesuai agama Hindu. 8. Perkawinan gamia/gamana :sampai diceraikan, diadakan pembersihan baik terbadap diri pribadi maupun desa adat/kala­ngan desa. 9. Mitra ngalang : sampai dengan upacara biakaon. 10. Salah timpal : sampai diselesaikan sebagaimana mestinya menurut adat dan aga­ma Hindu. 11. Karena sakit (kelainan) :sampai sembuh dan mendapat tir­tha pabersihan. 12. Karena melakukan Sad Tatayi : sampai mendapat prayascita. Berdasarkan penyebab masa cuntaka itu terutama akibat kematian, maka bila dihubungkan dengan kegiatan di rumah sakit dan berbagai ke­jadian di masyarakat seperti kecelakaan lalu lintas, menyebabkan ruang lingkup cuntaka itupun luas pula. Keadaan ini tidak dapat d~tentukan ber­dasarkan darah keturunan atau hubungan keluarga maupun sistem banjar, suka duka. Hal ini dapat dipahaini, inisalnya : seorang dokter dan petugas lain­nya di rumah sakit terutama yang bertugas di ruang mayat tentu amat sering bersentuhan dengan mayat. Begitu pula masyarakat umum di luar dengan kadang-kadang harus bersentuhan dengan mayat karena menolong orang kecelakaan di jalan yang mati di tempat kejadian. Lebih-Iebih lagi oknum polisi lalu lintas yang tugasnya sehari-hari mengatur dan mengawasi keter­tiban dan kelancaran lalu lintas, tentu tidak luput menemui kecelakaan yang berakibat kematian yang langsung ditangani oleh petugas bersangkutan. Semua kenyataan tersebut dapat terjadi dan itu bukanlah upacara kematian. Walaupun deinikian semua orang yang turut menangani dan menyentuh mayat tadi langsung akan menjadi cuntaka. Oleh karena itu, petugas yang menyentuh mayat, sekalipun tidak ada hubungan keluarga dengan orang yang meninggal hendaklah para petugas itu membersihkan diri sebelum melaksanakan kegiatan keagamaan seperti persembahyangan ataupun upacara yadnya lainnya. Deinikian pula orang yang turut mengan­tar ke setra maupun orang yang ikut menggarap upacara kematian sese­orang wajib membersihkan diri. Tindakan pembersihan akibat peristiwa Se­rupa itu dapat dilakukan dengan jalan mandi dan metirta pebersihan. Memperhatikan ruang lingkup dan liinit waktu keadaan cuntaka tersebut terasa akan terjadi pula suatu kenyataan di luar jangkauan keten­tuan tadi yang sekaligus merupakan suatu persoalan baru. Akibat kemajuan berpikir manusia maka berbagai alat teknologi dapat diwujudkan. Dunia terasa sempit, karena seluruh pelosok, dunia dan malah angkasa luar dapat dijelajah oleh manusia berkat alat-alat teknologi yang canggih. Deinikian orang pada mulanya hidup berkelompok pada suatu wilayah bersama ke­luarga besarnya, namun kini keadaan sudah sangat bereda. Suatu keluarga besar di abad atom ini dapat terjadi hidupnya terpencar di berbagai pulau dan bahkan di berbagai negara. Hal ini merupakan akibat dan transmigrasi atau karena tugas maupun karena mencari penghidupan yang sudah tentu karena dukungan alat-alat tehnologi moderen. Dalam keadaan anggota keluarga terpencar seperti itu, bila salah seorang keluarga meninggal dunia yang menyebabkan cuntaka, maka ada kalanya kematian itu tidak segera dapat ditenma oleh anggota keluarga yang berada di luar daerah. Jadi ketentuan waktu cuntaka tidak dapat diterapkan sebagaimana mestinya. Keadaan cuntaka seperti ini telah pula diatur oleh sastra agama sebagai berikut: Vigatam tu vides as tham srinuyãdyo hyanirdasam, yacchesam dasarãtras yah tãva devãsu cir bhavet (Manawa Dharma Sastra V.75) Terjemahan Ia yang mendengar bahwa salah seorang keluarga yang tinggal jauh meninggal dunia, sebelum sepuluh han menjelang, ia akan cuntaka selama han-han malam mengenap sepuluh han itu saja. Atikrãnte dasahe ca trirãtrama sucirbhavet, samvatsara vyatite tu spristvapo visuddhyati. (Manawa Dharma Sastra V. 76) Terjemahan Kalau masa sepuluh han itu masih lewat, sedangkan ia baru mende­ngarnya, ia cuntaka selama tiga han tiga malam, tetapi kalau setahun telah silam, ia menjadi bersih (normal) kembali hanya dengan mandi seteiah mendengar peristiwa itu. Dengan deinikian memulihkan keadaan cuntaka untuk menjadi normal kembali tidak semuanya mutlak mempergunakan upacara dan tirtha pabersihan maupun tirtha prayascita. Berbagai sarana pabersih diriyatakan oleh sarana agama untuk memulihkan keadaan cuntaka menjadi normal kembali, tentu disesuaikan dengan penyebab, ruang lingkup dan batasan waktu cuntaka itu sendiri. Jnãnam tape gniraharau mrin mano vãryupãjñãnam, vayuh kamãrkakãlau ca suddheh kartrini dehinãm. (Manawa Dharma Sastra V. 105) Terjemahan Yang merupakan sarana-sarana penyucian bagi makhluk hidup ada­lah pengetahuan kesucian, api, makanan suci, tanah, pengendalian pikiran, air, basma, angin,upacara suci, matahari dan sang waktu. Di samping kenyataan tadi, rupanya masih ada kemungkinan akan terjadi permasalahan lain dalam kehidupan beragama bila dikaitkan dengan keadaan cuntaka. Pelaksanaan upacara agama di masyarakat baik yang rutin seperti upacara piodalan maupun yang insidental banyak melibatkan pemuka agama seperti Pinandita maupun Sulinggih. Apakah para sulinggih dan pinandita akan segera menjadi cuntaka bila salah seorang keluarga beliau ada yang meninggal dunia? Bila hal ini terjadi, tentu akan sangat mengganggu jalan upacara agama di kalangan umat, karenaorang cuntaka tidak boleh muput (mempersembahkan) yad­nya. Para pinandita dan sulinggih tidak kena keadaan cuntaka sekalipun ada keluarga besar beliau yang meninggal dunia. Dengari deinikian kewenangan untuk mengantarkan (muput) yadnya umat yang melaksanakan upacara agama tetap dapat berlangsung. Para pinandita baru akan kena cuntaka bila anak dan istri/suaini beliau yang meninggal dunia. Sedangkan sang sulinggih beliau tidak mengalami cuntaka sama sekali, walaupun anak, istri atau suami beliau meninggal dunia. Hal ini disebabkan oleh proses penyucian yang telah dialami oleh beliau pada saat dilangsungkan upacara madiksa. Namun demikian masih ada kemungkinan beliau menjadi cuntaka yaitu apabila yang meninggal itu adalah “guru nabe” beliau yakni sang sulinggth yang “napak” beliau. Mengingat keadaan cuntaka berpengaruh besar terhadap pelaksana­an upacara agama dan terhadap kesucian Pura (tempat suci) maka hendaklah setiap umat Hindu selalu waspada dan sadar akan diri agar jangan sampai dalam keadaan cuntaka melakukan kegiatan agama yang tidak patut dilak­sanakan oleh yang bersangkutan. Hendaklah setiap umat yang sedang cun­taka berusaha mengendalikan diri karena memang ruang lingkup geraknya terbatas dan jangan membohongi diri. Lakukanlah pembersihan diri untuk mengakhiri keadaan cuntaka agar nantinya dapat leluasa melaksanakan upacara keagamaan. Demi suksesnya pelaksanaan upacara keagamaan tentu tidak cukup hanya didukung oleh keadaan tidak cuntaka, melainkan kebersihan dan kesehatan pribadi, keluarga dan lingkungan tidak dapat diabaikan dan harus selatu dipelihara. Sumber: Buku bacaan Agama Hindu SMA kelas 3 oleh tim penyusun, penerbit Hanuman Sakti Jakarta, 1996

Vasudewah sarwam iti

“ Vasudewa h  sarwam iti ” Persaudaraan Semesta Oleh : I Gede Adnyana, S.Ag Prakata Pemirsa yang berbahagia, berbagai kejadian...