Arsip Blog

Senin, 10 November 2008

I Gede Adnyana, FDGAH Dunia Maya Ramayana Dan Mahabharata Menyimak “Dongeng” Ramayana dan Mahabharata oleh : Darmayasa “Masih terjadi kesimpangsiuran di kalangan umat Hindu sendiri, akibat tidak adanya informasi yang benar dan/ atau informasi keliru tentang Ramayana dan Mahabharata; apakah ia sebuah kenyataan yang memang benar-benar terjadi, ataukah hanya dongeng belaka. Kesimpangansiuran terjadi dikalangan non Hindu adalah kewajaran, sepanjang ia bukan ‘serangan’. Jika hal itu terjadi di lingkungan umat Hindu, tentu ia harus segera dikoreksi untuk menghindari ‘pengikisan’ sraddha (keimanan) umat terhadap kebenaran ajaran sucinya.” Kita tidak menyinggung bagaimana anak-anak sekolahan diajarkan tentang keberadaan Ramayana dan Mahabharata. Sewaktu saya di PGAHN Denpasar dan IHD, saya mendapat penjelasan “tidak pas” tentang Ramayana dan Mahabharata, yang sangat bertentangan dengan apa yang saya baca dan dengar dari sumber lain yang dapat dipercaya. Sejak itu saya masukkan “topik” itu ke dalam “file” saya. Sejak mendapat kesempatan sebagai Dharma Duta PHDI pusat, dalam ceramah-ceramah di berbagai tempat saya mempergunakan kesempatan itu untuk menjelaskan pada umat Hindu akan keberadaan kitab suci Ramayana dan Mahabharata sebagaimana adanya. Seperti telah saya sebutkan di depan dan saya merasa perlu menggarisbawahinya lagi di sini bahwa pernah terjadi di satu tempat seorang sekretaris PHDI menyela ceramah dan berdiri di depan mike berkata,” Apa yang telah pernah saya sampaikan dulu, mohon dianggap tidak ada….”, dan kami semua pada tertawa. Dalam sebuah kitab Purana ada disebutkan bahwa zaman Kali, salah satu kelemahan manusia adalah gampang disesatkan. Begitu pula halnya dengan kejadian di atas, disusul oleh keraguan Bapak Sekretaris tersebut karena ia mendapat penjelasan lain lagi dari seseorang yang mesti ia percayai. Akhirnya saya berpendapat sangat perlu menyebarkan informasi tentang hl ini lebih meluas lagi, terutama didorong oleh pertanyaan peserta tatap muka Prof. Dr. Satyavrat Shastri baru-baru ini di Denpasar. Saya yakin pertanyaan-pertanyaan dan keraguan serupa masih menjamur di masyarakat. Saya harap, tulisan ini tidak diterima sebagai “bom” sebaliknya mudah-mudahan ini dapat menjadi paling tidak menjadi sebuah bahan perbandingan. Di dalam kelompok kitab-kitab suci agama Hindu ada satu kelompok yang dinamakan Itihasa. Termasuk di dalamnya adalah Mahabharata dan Ramayana. Kadang-kadang, melihat penempatan Itihasa di dalam pengelompokan kitab-kitab suci Hindu di bagian akhir, orang-orang sering terkecoh mengartikan Itihasa sebagai kitab-kitab yang tidak begitu penting, diabaikan dan hanya dikutip-kutip untuk memperindah karya tulis atau ceramah. Beberapa kitab membantah peremehan nilai kitab-kitab Itihasa, dan sebaliknya menempatkannya di tempat yang amat menentukan khususnya dalm zaman Kali atau zaman penuh kekalutn ini. Sarasamuccaya menganjurkan hendaknya orang mempergunakan Itihasa sebagai penunjang penting untuk mempelajari dan menjelaskan Mantra-mantra Veda sebab Veda takut dengan orang yang sedikit pengetahuannya (apan sang hyng Veda atakut ring akedik ajinya). Agaknya Sarasamuccaya patuh mengikuti beberapa kitab suci seperti Vayu Purana dan lain-lain. Itihasa-puranabhyam Vedam samupabrmhayet Bibhetyalpasrutad vedo Mamayam praharisyati Kutipan sloka dari Vayu Purana di atas menegaskan kepentingan Itihasa dalam usaha mempelajari dan menjelaskan mantra-mantra Veda, yang sering mengandung arti ganda dan dalam, yang memerlukan penjelasan dan contoh-contoh lebih jauh. Alpa-srutad berarti dari orang-orang yang sedikit pengetahuan atau orang-orang yang tidak mempelajari Itihasa . Bibheti berarti ketakutan. Veda ketakutan dengan orang-orang yang tidak memanfaatkan Itihasa untuk menjelaskan Veda. Kata Veda,”Orang itu akan memukulku…” (mamayam praharisyati). Menurut Brahmanda Purana, orang-orang demikian disebut naiva sasyad vicaksanah, bahwa orang-orang demikian sama sekali tidak bijaksana adanya. Hanya orang-orang bijaksana yang berhak menjelaskan ajaran suci Veda. Jika orang-orang yang tidak bijaksana menjelaskan mantra-mantra suci Veda, maka penjelasannya akan mengacaukan Veda itu sendiri, dan itulah “pukulan” keras pada Veda. Tentu saja sebagai umat yang mengagungkan kitab-kitab suci Veda, tidaklah dibenarkan mengadakan pengacauan pengertian-pengertian ajaran suci Veda. Hal ini juga berakibat fatal pada umat Hindu pada umumnya; kalau ia tidak mengantarkan orang pada “persimpangan jalan”, ia pasti mengantarkan orang pada penolakan Veda/Hindu Dharma. Dari pandangan kesusastraan Sanskerta, Itihasa mendapat tempat yang sangat penting tidak hanya dalam Purana-Purana tetapi juga dalam kitab-kitab Upanisad. Sama dengan Veda, Itihasa pun dianggap keluar dari nafas Tuhan Yang Mahaesa : Asya mahato bhutasya nihsvasitametd yad rg-vedo yajur-vedah sama-vedo’thravangirasah itihasah puranam (Brhadaranyaka). Selain itu, Itihasa juga diterima sebagai “Veda-nya Veda” : Sahovaca rg-vedam bhagavo’dhyemi yajur vedam sama-vedamatharvanamcaturtham, itihasa-puranam pancamam vedanam vedam (Chandogya Upanisad). Makna yang terkandung di dalam kutipan Chandogya Upanisad di atas adalah bahwa Itihasa bukan hanya dianggap sebagai Pancama Veda atau Veda kelima saja melainkan ia juga adalah alat untuk menunjukkan arti Veda yang sebenarnya. Hal yang sama juga ditekankan oleh Bhagavata Purana : Itihasa-puranani pancamam vedamisvarah’ sarvebhya eva vaktrebhyah sasrje sarva-darsanah. Setelah melihat beberapa kutipan di atas yang diharap dapat memberikan gambaran akan pentingnya Itihasa dalam pelajaran Veda, sekarang kita hendak melihat apakah arti dari Itihasa itu? Kata Itihasa berasal dari kata iti+ha+asa. Iti kurang lebih berarti demikianlah, sering dipergunakn untuk menunjukkan Ramayana dan Mahabharata. Ha berarti pasti, dan asa berarti yang benar-benar telah terjadi. Dalam hal ini maksudnya adalah demikianlah peristiwa Ramayana dan Mahabharata memang benar-benar telah terjadi. Demikian mudah dan sederhananya cara menerima dan mengartikan kata Itihasa. Dan tiu memang cara dalaml sanskerta untuk mengetahui suatu kata atau istilah. Sebagai contoh, mengapa seorang anak disebut dengan kata Putra? Pengertian kata ini dijelaskan oleh kitab suci dan para pendeta yagn ahli Sanskerta sebagai : pun nama narakat trayate iti putrah. Berarti seorang putra adalah ia yang (karena kesucian dan keetinggian bhaktinya) dapat menyelamatkan roh-roh leluhurnya dari neraka. Demikian pula mengapa seseorang disebut sebagai suami? Ia berasal dari kata Sanskerta svami yang berarti pengendali. Seorang suami harus menjadi pengendali dari istrinya. Tetapi, sebelum itu ia harus menjadi pengendali dari hawa nafsu, kemarahan, kegelapan/avidya dan mengendalikan diri dari segala sifat adharma/ketidakbenaran. Setelah itu barulah ia berhak menjadi pengendali dari si Istri. Demikian pula dengan kata Vyasa, Valmiki dan lain-lain. Melihat pengertian kata Itihasa, orang mestinya tidak ragu lagi menerima kitab Ramayana dan Mahabharata sebagai sejarah yang memang benar telah terjadi, tidak mungkin para rsi kita yang sangat terpelajar dan bebas dari ketidakjujuran menempatkan hal-hal dongeng dalam bagian Itihasa (kata yang berarti sejarah). Sungguh tidak masuk akal jika demikian halnya. Ia akan menunjukkan bahwa para rsi seperti Vyasa, Valmiki, Kanva, Atri, dan lain-lain adalah dongeng semata-mata. Hal tiu tentu saja akan menjadi sesuatu yang sangat berbahaya khususnya untuk mereka yang memiliki sraddhayang lemah pada ajaran-ajaran suci Vada. Satu hal lagi yang mungkin menyebabkan orang-orang meragukan kejadian Ramayana dan Mahabharata karena ia (Ramayana dan Mahabharata) terbentuk atau tertulis dalam bentuk puisi (sloka-sloka). Jika kita teliti dengan baik, akan dijumpai bahwa hampir semua kitab-kitab suci agama Hindu tertulis dalam bentuk puisi (bukan puisi permainan kata-kata biasa tetapi ia adalah sebuah hasil seni yang sangat halus dan tinggi, yang mudah-mudahan saya mendapat kesempatan untuk membahasnya secara terpisah nanti). Dan kalau kita jujur, sebagian besar kitab-kitab suci lain juga terbentuk dalam bentuk puisi. Jadi, alsan ini tidak tepat untuk menyebutkan kitab-kitab Itihasa sebagai story dan bukan history, atau ia hanya dongeng yang berisikan ajaran-ajaran moral dan agama. Kitab Ramayana dan Mahabharata selain telah sangat terkenl di seluruh dunia, juga telah berhasil “mencuri” hati para penduduk asli dimana ia tersebar sehingga mereka menganggap kejadian Ramayana dan Mahabharata terIadinya adlah di daerah mereka sendiri dan bukan sesuatu yang datang dari luar. Di Thailand misalnya, mereka menganggap kejadian Ramayana adalah di Thailan sendiri dan bukan sesuatu yang datang dari India, sampai-sampai mereka membuat Ayodhyalain di sana (mereka menyebut AyuIhaya). Di indonesia kita, keterkenalan Ramayana dan Mahabharata telah begitu mendalam, khususnya di Jawa dan Bali. Sewaktu saya memberi ceramah di University Indonesia, selesai ceramah seorang dosen menyalami saya sambil berkata, “Anda berbicara tentang peradaban kami…”. Topik ceramah saya waktu itu adalah Ramayana dan Mahabharata. Keterkenalan Ramayana khususnya sngat mengagumkan. Bahkan ia telah menjadi kecintaan di negara-negara komunis seperti Rusia dan Cina. Profesor Varavniko sangat terkenal di Rusia karena karya dan kecintaanya akan Ramayana. Profesor dari Cina yang yang bersama saya diwwancarai oleh Televisi India telah menerjemahkan Ramayana ke dalam bahasa Cina. Beliau menjualnya sebanyak 5000 (lima ribu) ekselembar hanya dalam dua bulan saja. Di India sendiri, selain Valmiki Ramayana dijumpai kurang lebih tiga ratusan versi Ramayana dengan pengarang berbeda, mengambil sumber Vlmiki Ramayana atau yang bersumber darinya. Di luar India pun terdapat banyak versi Ramayana. Jika bukan kejadian nyata, Ramayana dan Mahabharata tak akan menglami keterkenalan yang begitu meluas dan dalam waktu yang amat panjang. Kedua Mahakavya in adalah sejarah suci. Bahkan disebutkan, Tuhan dan paraDewa-lah yang turun kedunia dengan tujuan menghancurkan kejahatan dan mendirikan prinsip-prinsip Dharma yang murni lagi. Di beberapa tempat malah disebutkan siapa yang menjadi siapa di dalam sejarah suci itu. Inilah yang menyebabkan kedua Mahakavya in menjadi terkenal, diminati dan dimiliki oleh seluruh dunia sepanjang zaman. Maharsi Valmiki akhirnya merasa perlu menekankan keabadian Arsa-kavya (yang ditulis oleh orang suci) ini : Yavat sthasyanti girayah saritas ca mahitale tavat Ramayana katha lokesu pracalisyati “Selama gunung-gunung masih tegak berdiri, selama sugai-sungia masih tetap menglir di atas permukaan bumi ini, selama itu Ramayana akan tetap ada di muka bumi ini.” Selain sebutan Itihasa, Ramayana dan Mahabharata juga disebut sebagai Akhyayika dan Mahakavya, Akhyayika dalam kamus sanskertaterkenal Amarakosa oleh Amara Singha disebutkan sebagai cerita yang benar telah terjadi(akhyayiopalabdhartha). Sedangkan disebut Mahakavya adalah karena ia harus mengambil sumber cerita sejarah, atau mengambil sumber cerita satu tokoh amat terkenal di msyarakat. Acarya Dandi dalam Kavyadarsa-nya menyebutkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Mahakavya, yaitu : sarga-bandho mahakavyam ucyate tasya laksanam asir-namaskriya vastur- nirdeso vapi tan-mukham itihasa-kathodbhutam itarad va sadasrayam catur-varga-phalopetam caturodatta-nayakam “Yang dinamakan Mahakavya adlah karangan yang terbentuk dalam Sarga/bait-bait yagn terikat oleh berbagai aturan-aturan.Ciri-ciri Mahakavya adalah : Asirvacana atau kata-kata berberkah, sembah sujud kepada Tuhan, Dewa, Guru dan lain-lain, atau dimulai dengan ulasan singkat tentang keseluruhan isi karangan/perkenalan para pelaku uatama. Mahakavya harus berlindugn pada cerita sejarah, atau tokoh amat terkenal, dan Mahakavya harus pula menjelaskan tentang Catur Varga (Dharma, Artha, Kama dan Moksa) dan pahalanya, pelaku utama harus mempunyai sifat-sifat yang agung, dan lain-lain.” Jadi, sebuah karya Mahakavya harus bernilai sejarah nyata (itihasa-kathodbhutam). Hal inilah yang menyebabkan Mahakavya mendapat perhitungan perhitungan penting dalam penyusunan sejarah. Itihasa dan Purana biasanya selalu disebutkan secara bergandengan. Keduanya mengandung pengertian sejarah. Purana menjelaskan sejarah para dewadan sejarah kuno dan lebih menekankan pada nilai keagamaan/kerohanian. Sedangkan Itihasa lebih menekankan nilai sejarah. Penulis kedua karya raksasa itu sama-sama hidup dalam zaman kejadian, dan keduanya sering muncul di sela-sela karyanya. Beliau berdua, Maharsi Valmiki dan Vyasa sama-sama melihat dan mengalami kejadiannya. Itulah yagn beliua abadikan dalam bentuk sloka-sloka suci. Apakah ada alasan lebih kuat daripada alasan ini untuk membuktikan nilai sejarah dari Ramayana dan Mahabharata? Sebagai contoh, kita lihat Maharsi Valmiki dalam Ramayana sebagaimana terdapat di dalm Ramayana itu sendiri. Pertama kali Ramayana ditulis oleh Maharsi Valmiki, dalam bahsa Sanskerta. Bgaimana Maharsi Valmiki sampai tertarik menulis Ramayana disebutknan dalam bagian awal-awalnya (Bala Kanda) Pada suatu ketika, Maharsi Valmiki sedang bertapa di pertapaannya datanglah Rsi Narada. Valmiki bertanya pada Rsi Narada: ko nvasmin sampratam loke gunavan kasca viryavan dharmajnasca krtajnasca satyavakyo drdhavratah “Wahai Maharsi Narada, sekarang di dunia ini, siapakah orang yang memiliki segala sifat-sifat yang baik, sangat perkasa, mengetahui segala dharma, penolong setiap makhluk, selau berkata-kata jujur dan mantap dalam pelaksanaan sumpah-sumpah suci?” Maharsi Valmiki menanyakan keberadaan seseorng pada waktu itu, yang hidup pada waktu itu, yagn hidup pada waktu itu, yang hidup pada masanya Maharsi Valmiki hidup (ko nvasmin sampratam loke). Selain sifat-sifat agung yang ditanyakan dalam sloka di atas, pertanyaan tersebut masih disambung oleh daftar sifat-sifat mulia lainnya lagi. Terhadap pertanyaan tersebut Rsi Narada menjawab: iksvakuvansa-prabhavo ramo nama janaih srutah niyatatma mahaviryo dyutiman dhrtiman vasi Maharsi Narada mengatakan bahwa setelah mempertimbangkannya matang-matang, yang memiliki sifat-sifat agung yang jarang dimiliki oleh manusia tersebut tidak lain adalah beliau yang lahir di keluarga Iksvaku (iksvakuvansa-prabhavah), dikenal oleh rakyat dengan sebutan Rama (ramo nama janaih srutah). Selanjutnya Rsi Narada menyebutkan puluhan sifat-sifat agung yang dimiliki oleh Sri Rama, termasuk riwayat hidup Sri Rama. Jumlah sifat-sifat agung dan riwayat Sri Rama sebagai yang disampaikan oleh Rsi Narada kepada Maharsi Valmiki tersebut dapat dilihat dalam Valmiki Ramayana bagian Bala Kanda. Tidak lama setelah Rsi Narada meninggalkan pertapaan Maharsi Valmiki bersama muridnya Rsi Bharadvaja pergi menyucikan diri di sungai suci Tamasya. Beliau menikmati pemandangan dan air sungai yang menawan hati. Keindahan suasana itu diperindah lagi oleh pasangan burung Kraunca yang sedang berkasih-kasih. Sedangkan asyiknya menikmati pemandangan tersebut, tiba-tiba burung Kraunca jantan jatuh menggelepar-gelepar ke bawah oleh panah tajam seorang pemburu. Burung Kraunca betina menjerit-jerit karena berpisah dengan jantannya. Melihat pemandangan amat menyedihkan itu Maharsi Valmiki menjadi sedih, dan tanpa sadar dari bibir beliau keluar kata-kata kutukan: ma nisada pratistham tvam agamah sasvatih samah yat kraunca mithunad ekam avadhih kama-mohitam “Wahai Pemburu! Semoga kau tidak akan pernah merasakan ketenangan dan kedamaian hidup untuk selamanya karena kaku telah membunuh burung Kraunca yang tidak bersalah dan sedang dalam keadaan berkasih-kasihan.” Begitu keluar kata-kata kutukan tersebut beliau menjadi sadar, “Wah…, apa yang telah terjadi? Mengapa aku telah mengutuk pemburu itu tanpa sadar?” Kembali Maharsi Valmiki menjadi sedih oleh kutukan yang keluar tanpa disadari. Pemandangan dan kesedihan tersebut terus berbekas sampai di pertapaan. Waktu itulah muncul Dewa Brahma mengatakan bahwa beliaulah yang menyebabkan Dewi Sarasvati masuk ke dlam bibir Rsi Valmiki untuk mengeluarkan Chanda baru, Chanda yang bahkan mengherankan Rsi Valmiki sendiri sebagai pengucapnya. Sekaligus memerintahkan Rsi Valmiki untuk menulis riwayat Sri Rama lewat Chanda baru tersebut. Beliau menjamin Rsi Valmiki, semua riwayat Sri Rama akan diketahui oleh Rsi Valmiki dengan sendirinya, baik yang nampak maupun tidak nampak dan bersifat pribadi (rahasyam ca prakasam ca yad vrttam tasya dhimatah). Sebagaimana Maharsi Vyasa menganugerahkan pandangan batin kepada Sanjaya sehingga Sanjaya dapat menceritakan kejadian perang dahsyat di Kuruksetra kepada raja Dhrstarastra, begitu pula Dewa Brahma menganugerahkan pandangan rohani kepada Rsi Valmiki sehingga dapat melihat dengan jelas riwayat Sri Rama sepenuhnya. Selain itu, Rsi Valmiki juga hadir dalam beberpa kejadian Ramayana. Hal ini lebih memperkuat lagi bukti bahwa Ramayana bukanlah kejadian bikinan, khayalan atau dongeng belaka. Pada akhirnya Dewa Brahma memberikan keyakinan lagi kepada Maharsi Valmiki bahwa apapun yang nantinya akan ditulis oleh Maharsi dalam karyanya riwayat Sri Rama (Ramayana) sama sekali tidak akan pernah bohong (na te vaganrta kavye ka idatra bhavisyati). Memang, oleh karena penyampaian oleh Maharsi Valmiki tidaklah lewat penyampaian sejarah seperti sekarang ini, sering orang meragukan nilai sejarah Ramayana. Zaman/sejarah Rsi Valmiki bukanlah sejarah seribu atau dua ribu tahun yang lalu, melainkan ratusan juta tahun yagn silam (dalam zaman Treta). Apakah sejarah silam itu dapat dibaca dan dimengerti oleh orang-orang zaman sekarang ini? Kecuali oragn berusaha/bersedia menempatkan kesadarannya ke zaman itu, kecuali orang bersedia “membawa dirinya” ke zaman Ramayana itu barulahada kemungkinan orang mampu mengerti sejarah purba itu. Sejarah Maharsi Valmiki adalah sejarah rohani, yang bertujuan menyampaikan dharma, artha, Kama dan Moksa kepada umat manusia. Sejarah yang ingin membentuk umat manusia yang tenang sejahtera secara duniawi, dan berbahagia secara rohani, pada akhirnya dapat mencapai pembebasan (moksa), bebas dari perputaran sengsara. Sehingga secara sastra Veda, sejarah didefinisikan sebagai pembawaan “pesan” rohani atau Dharma (kebenaran, kewajiban-kewajiban suci), Artha (harta benda), Kama (keinginan-keinginan di jalan dharma) dan Moksa (pemebsan dari kesengsaraan): dharmartha-kama-moksanam upadesa-samanvitam purva-vrttam katha-yuktam itihasam pracaksate (Visnu Dharma.1.15.1) Sahitya Darpana yang telah terkutip di depan juga menjelaskan persyaratan yang dama terhadap Itihasa (sejarah), bahwa ia harus menjdi medium untuk menyampaikan dharma, artha, Kama dan Moksa kepada umat manusia. Akhirnya jika ada yang bertanya masalah tempat-tempat peninggalan sejarah purba tersebut, masih ada sekarang ini ataukah tidak, jawabannya adalah sebagai berikut: Sebagian besar tempat-tempat peninggalan sejarah purba tersebut msih ada dan dapat kita lihat di India; Ayodhya, Naimisaranya, Hastinapura, Indraprastha, Badarikasrama (tempat pertapaan Maharsi Vyasa), tempat muncul Sri Krsna (Sri Krisna Janmasthan) di Mathura, tempat bermain-main Krsnawaktu kecil di Vrindavan, bekas medan perang Kuruksetra, tempat Bhagavad-gita diwejangkan, Sitamadhi (tempat Dewi Sita ditemukan dari dalam tanah), gunung Citrakuta, Pancavati, Pampa Sarovara, Ramesvaram (tempat Sri Rama membuat setubandha atau jembatan untuk menyeberang ke Lengka), dan lain-lain. Karena satu dan lain alasan bekas-bekas peninggalan tidak dapat dijumpai. Berita terakhir memperlihatkan gambar yang sangat jelas dasar lautan antara Rameshwaram dengan Srilangka menunjukkan bekas-bekas penyeberangan menyerupai jembatan. Gambar tersebut diambil dengan kamera “khusus” NASA, dan kiranya patut menjadi pertimbangan bagi kita dalam usaha menafsirkan jembatan “Setubandha” zaman Ramayana. Istana kerajan Majapahit yang baru “kemarin” saja kita tidak jumpai lagi, apalagi peninggalan sejrah yang telah ratusan juta tahun. Tidak terjumpai sisa-sisa kerajaan Majapahit secara jelas tidak berarti kerajaan Majapahit itu tidak pernah ada. Tetapi, belakangan diadakan penggalian terhadap bekas kerajaan Sri Krsna, Dvarika/Dwarawati yang telah tenggelam dilaut. Ternyata dijumpai bekas-bekas peninggalan istana Dwarawati tersebut, dan para ahli memperkirakan usianya sekitar tiga ribu lima ratus sampai lima ribu tahun lalu. Di temple atau tempat sembahyang Dvarika, di sebuah pilarnya dapat dijumpai daftar sampai seratus keturunan Sri Krsna. Saya minta maaf, tidak menceritakan secara detail dan banyak tentang tempat-tempat suci bersejarah tersebut. Akhirnya saya ingin mengajak semuanya untuk kembali kepada pengertian Itihasa itu sendiri. Itihasa berarti sejarah dan Ramayana-Mahabharata termasuk dalam kelompok Itihasa. Berarti, Ramayana-Mahabharata dalah sejarah, sejarah suci, dan ia adalah kitab suci. Maharsi Vyasa, Valmiki, Vasistha, Kanva dan lain-lain memang pernah ada. Hanya karena kesaktin beliau-beliau yang luar biasa dan kegiatan beliau-beliau yang tidak dan/atau sulit diterima oleh akal kita yang serba terbatas zaman ini, bukanlah alasan untuk mengatkan beliau hanyalah dogeng belaka. Semoga semua mendapat penerangan suci. Mangalam Astu. Source : Darmayasa-divine-love.com

1 komentar:

bliyanbelog mengatakan...

Epos Ramayana dan Mahabrata memang tiada habisnya untuk dibahas. apalagi ada banyak animasi yang berdasarkan epos tersebut. saya saja lagi demen2 nonton little krisna di TV. hehehehhee.....

http://bliyanbelog.blogspot.com
&
http://bliyanbayem.blogspot.com

Vasudewah sarwam iti

“ Vasudewa h  sarwam iti ” Persaudaraan Semesta Oleh : I Gede Adnyana, S.Ag Prakata Pemirsa yang berbahagia, berbagai kejadian...