Arsip Blog

Selasa, 24 Juni 2008

I Gede Adnyana, FGAH Dunia Maya PANDANGAN HINDU DHARMA TENTANG PENGKABARAN INJIL OM AWIGNAMASTU NAMOSIDHAM OM ANOBADRAH KRATAWOYANTU WISWATAH Ya Tuhan semoga tiada rintangan! Ya Tuhan semoga pikiran baik datang dari segala penjuru! A. PENDAHULUAN Agama merupakan ajaran yang bersumber dari penguasa Agung alam semesta, sebagai awal, tengah dan akhir dari sarwabhawa (segala yang ada). Ia sangat sempurna, tanpa cacat, tanpa noda, tanpa awal, tengah, dan akhir. Bagaimanapun kita memikirkan-Nya sangatlah tidak mungkin membayangkan Ia yang Maha sempurna dengan pikiran yang sangat terbatas. Perlu dipahami bahwa pola pikir yang benar akan mengantarkan pemahaman secara benar. Menurut Drs. I Gede Sura, sedikitnya ada tiga pola pikir: 1. Pola pikir Ilmiah yaitu pola pikir yang didasarkan pada proses ilmiah atau dikenal juga dengan kebenaran keilmuan. Pola pikir ini sangat berguna dalam penelitian-penelitian ilmu pengetahuan yang lebih mengedepankan logika. Orang yang berhasil menerapkan pola pikir ini dikenal dengan ilmuan. Misalnya Einstein, Thomas Alpha Edison, dsb. 2. Pola pikir Filsafat, didasarkan pada renungan secara mendalam oleh manusia sehingga kebenaran yang diperoleh adalah kebenaran filsafati, sedangkan sang perenung yang memperoleh jawaban atas pokok persoalan yang dipecahkan disebut Filosof atau filsuf. Misalnya: Plato, Aristoteles, dsb. 3. Pola pikir Agama yang bersumber dari keyakinan. Karena bersumber dari keyakinan maka pola pikir agama lebih mengutamakan rasa. Pola pikir agama sangat dipengaruhi oleh ajaran dari masing-masing agama, karena itu agama yang berbeda memiliki pola pikir yang berbeda pula. Pola pikir Agama Hindu akan berbeda dengan pola pikir Islam, Kristen, Katolik maupun Buddha. Untuk memperoleh cara berfikir yang sistematis, seseorang harus memilah-milah sendiri dalam pikirannya apakah ini agama, apakah ini filsafat ataukan ilmiah. Namun dalam kenyatannya terkadang ada kaitan antara satu pola pikir dengan pola pikir yang lain, yang mana hal ini akan menimbulkan kerancuan apabila tidak didasari oleh Wiweka. Campur aduk pola pikir agama-agama sangat sering terjadi sehingga terkesan adanya pemaksaan atau penjajahan oleh satu agama terhadap agama yang lain. Hal ini dinalogikan dalam kitab Wrhaspatti Tattwa sebagai lima orang buta meraba sekor gajah. Si A yang meraba belalainya akan mengatakan gajah itu sepeti ular, si B yang meraba ekornya mengatakan gajah itu seperti ranting, si C yang meraba perutnya akan berkata gajah itu seperti gentong, si D yang meraba kakinya berkata gajah itu seperti tiang yang kokoh, da si E yang meraba telinganya berkata gajah itu seperti daun talas yang lebar. Demikianlah kita harus menyadari bahwa masing-masing agama memiliki sudut pandang yang berbeda. Tidak dapat dipungkiri bahwa ketidaktahuan alias kebodohanlah yang menyebabkan terjadinya berbagai konflik agama, misalnya kalau di agama A ada ini maka seorang yang beragama B akan menjawab,”Ia dalam agama saya juga ada ini!” Walaupun jawaban si B tadi belum tentu benar. Karena itulah setiap orang hendaknya mengetahui, mamahami, dan mengamalkan agamanya secara benar. Dalam setiap praktek agama (sadhana) ada tiga unsur pokok yang selalu ada yaitu: 1. Mudra, gerakan tubuh atau badan yang digunakan saat manusia berhubungan dengan Tuhan. Dari mudra melahirhkan seni tari, baik sacral maupun profan. 2. Mantra/ doa (man=pikiran, tra=membebaskan keterikatan), ucapan suci yang ditujukan kepada Tuhan untuk menacapai kebagaiaan Lahir (jagadhita) dan rohani (Moksa). Dari Mantra lahir seni suara dan lagu-lagu. 3. Yantra, yaitu sarana pemusatan pikiran, arah atau kiblat kemana seseorang menyembah, bisa berupa aksara (a=tidak, ksara=pecah), gambar, atau benda-benda. Dari Yantra lahir seni rupa baik 2 dimensi maupun 3 dimensi. B. PANDANGAN HINDU TENTANG PENYEBARAN KITAB SUCI Agama yang berbeda-beda ibarat beberapa buah jalan menuju tujuan yang sama, sebab Tuhan yang disembah hanyalah satu. Hal ini diuraikan dalam Reg Weda Mandala I Sukta 164 Mantra ke-46 yangmenyebutkan: Indram Mitram Varuna Agni ahur atho divyah sasuparno garutman, Ekam sad vipra bahudha vadhantyagnim yamam matarisvanam ahuh. Artinya: Mereka menyebutkan Indra, Mitra, Varuna, Agni, dan dia yang bercahaya yaitu Garutman yang bersayap elok. Satu itu (Tuhan) sang bijaksana menyebut dengan banyak nama seperti Agni, Yama, Matarisvan. Lebih lanjut hal ini dijelaskan juga dalam Mantram Tri Sandhya bait ke-2: Eko narayana nadwityo’sti kascit Hanya satu Tuhan (Narayana) tiada yang ke-dua Karena Tuhan itu satu maka semua agama bersumber dari yang satu yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Jika agama diwahyukan oleh Tuhan yang berbeda tentu akan ada pemisahan ciptaan Tuhan. Jika demikian Hindu akan menjadi agama yang paling arogan karena Tuhannya paling tua, tentu ini merupakan satu pandangan yang amat keliru (asmita). Ajaran suci yang terangkum dalam kitab suci hendaknya diajarkan kepada setiap orang, seperti termuat dalam bait Yajur Weda sukta XVI mantra 18, sebagai berikut: Yathemam wacam kalyanim awadani jnebyah, brahma rajyanyabhyam sudraya caryaya ca swaya caranayaca. Demikianlah semoga hamba dapat menyampaikan sabda-sabda suci (weda) ini kepada masyarakat pada umumnya, para pedagang, petani, buruh, baik kepada keluarga golongan saya sendiri dan orang lain sekalipun. Dalam uraian diatas dijelaskan bahwa ajaran suci Weda harus sampai kepada semua orang tanpa membedakan profesi maupun golongan. Namun demikian dewasa ini penyebaran agama hendaknya mempertimbangkan berbagai hal. Karena agama merupakan keyakinan maka amat erat kaitannya dengan perasaan. Hendaknya penyebaran agama bukan ditujukan kepada mereka yang sudah beragama, karena hal ini disamping rawan konflik juga pekerjaan yang sia-sia, hal ini dijelaskan dalam Bhagawad Gita II.46, sebagai berikut: Yavan artha udapane Sarwatah samplutodake Tawan sarwesu vedesu Brahmansya vijanatah Sebagai halnya sebuah kolam didaerah banjir yang digenangi air dimana-mana, demikian pula kitab suci bagi para arif bijaksana Hendaknya pengkabaran kitab suci tepat sasaran yaitu pada orang yang haus akan siraman Rohani dan bukan pada orang yang telah mengerti memamahi dan mengamalkan ajaran agamanya. Dewasa ini lebih baik para tokoh agama berkonsentrasi membina umat secara kedalam, meninggalkan pola lama yang exklusif menjadi inklusif. Terlebih lagi saat ini agama-agama amat rawan dengan aliran-aliran yang menyimpang dari rel induknya yang amat sangat perlu untuk diperhatikan. Perilaku menyinggung merendahkan keyakinan orang lain amat bertentangan dengan ajaran cinta kasih yang diajarakan oleh semua agama. Hindu dengan Tat Twam Asi, mengajarkan hendaknya seseorang selalu memandang orang lain sebagai sahabat, sebagai saudara sendiri. Menyakiti orang lain berarti menyakiti diri sendiri. Dalam Yajur Weda 40.7, disebutkan: Seseorang yang memandang seluruh manusia memiliki atma yang sama dan dapat melihat semua manusia sebagai saudaranya, orang tersebut tidak terikat dalam ikatan dan bebas dari kesedihan. Atma adalah percikan terkecil dari Tuhan yang bersemayam dalam diri setiap makhluk, yang menjadikannya hidup. Artinya semua makhluk memiliki zat yang hakiki yang bersumber dari Tuhan Yang Esa. C. PANDANGAN HINDU TENTANG PINDAH AGAMA Tidak ada satupun mantra/sloka yang menjamin jika seseorang masuk Hindu akan mendapatkan sorga. Sorga itu bukanlah tujuan dari seorang yang beragama Hindu. Sorga adalah hasil dari perbuatan baik dan neraka hasil dari perbuatan buruk, seorang Hindu harus berusaha melampaui perbuatan baik dan buruk untuk mencapai moksa. Jadi rumusnya sudah jelas berbuat baik mendapat sorga, berbuat buruk mendapat neraka. Agama apapun yang dianut jika prilaku tidak mencerminkan kebajikan pasti neraka imbalannya. Dan Hindu tidak ingin hanya tinggal disorga sebagai ciptaan Tuhan, tetapi lebih dekat lagi selalu ada didalam Tuhan, bersatu dengan Brahman. Ini bisa dicapai jika seseorang menyadari bahwa menyembah bukan untuk sorga tetapi demi untuk sembah itu sendiri. Bekerja bukan untuk hasil tapi demi kerja itu sendiri. Berusaha bebas dari keterikatan terhadap duniawi, dan menyandarkan diri hanya kepada Brahman (Tuhan). Bagaiamana dengan kasus pindah agama? Dalam pandangan Weda jika seseorang berpindah agama maka dia hanyalah berpindah jalan, sementara Tuhan yang disembah hanyalah satu. Hindu memandang bahwa dalam semua Agama ada kebenaran yang adi luhung walaupun disampaikan dengan jalan yang berbeda, seperti yang diuraikan dalam Bhagawad Gita IV.11 sebagai berikut: Ye yatha mam prapadyante Tams tathaiva bhajamy aham Mama vartmanuvartante Manusyah partha sarvasah. Bagaimanapun jalan manusia mendekati-Ku, Aku terima, wahai arjuna, manusia mengikuti jalan-Ku pada segala jalan. Dalam sloka diatas ditegaskan bahwa adanya berbagai jalan atau cara untuk mendekati Tuhan. Jadi jika sudah tahu tujuannya satu untuk apa berpindah agama, jika harus start dari awal kembali, terkecuali anda belum beragama. Manusia yang kaya adalah manusia yang bebas dari penderitaan. Manusia yang bebas dari penderitaan adalah ia yang bebas dari kebodohan. Hanya ia yang memiliki pengetahuan, yang bebas dari kebodohan, milikilah pengetahuan itu, yang menyebabkan lenyapnya kebodohan. OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM

Tidak ada komentar:

Vasudewah sarwam iti

“ Vasudewa h  sarwam iti ” Persaudaraan Semesta Oleh : I Gede Adnyana, S.Ag Prakata Pemirsa yang berbahagia, berbagai kejadian...