NILAI-NILAI PENGENDALIAN DIRI
DALAM KARANG PATRA
A. PURWAKA
OM SWASTYASTU
OM AWIGNAMASTU NAMA SIDDHAM,
Dewasa ini kita sering mendengar berita kejadian-kejadian kriminal, baik di media cetak maupun elektronik. Semakin meningkatnya pemberitaan kriminal oleh media informasi ternyata justru semakin meningkatkan kuantitas mapun kualitas kriminal. Sebagai contoh pernah terjadi mutilasi lantaran pelaku meniru apa yang di beritakan di berbagai media informasi., sementara upaya penegakan hukum dinegara kita belum maksimal.
Kehidupan yang semakin sulit menciptakan persaingan hidup yang semakin rumit. Setiap orang berusaha memenuhi kamanya masing-masing, pola hidup masyarakat dewasa ini semakin rumit, semakin banyak tuntutan yang pada umumnya bersumber pada ketidak mampuan mengendalikan diri. Ketidak mampuan mengendalikan diri dapat di picu oleh beberapa hal, antara lain:
1. Judi, permainan dengan taruhan yang dapat menyesatkan pikiran, rumah tangga hancur, tidak ada harapan masa depan. Kita masih ingat betapa bijaksananya Yudistira, namun karena melakukan permainan judi kebijaksanaanya menjadi hilang.
2. Lapar, yang bisa berakibat pada kurangnya konsentrasi dan dapat mamicu rasa marah. Makanan begitu penting bagi badan, karena tanpa makan badan ini tidak ada. Dalam keadaan lapar umumnya seseorang akan mudah marah (kroda), dari marah timbulah kebingungan (moha).
3. Terlalu menuruti hawa nafsu (kama), sehingga pikiran dibebani oleh keinginan-keinginan. Keinginan seseorang tidak akan pernah habis jika dituruti, Mahabharata melukiskan bahwa kama lebih banyak dari rumput dibumi. Kekawin Ramayana menyuratkan
4. Terlanjur bohong/ dusta yaitu keadaan tidak selarasnya hati dan ucapan. Satu kebohongan akan menimbulkan kebohongan yang lain, sehingga tumpukan kebohongan merupakan virus bagi pikiran, jiwa dan tubuh kita. Kebohongan adalah racun bagi pikiran. Obatnya hanya satu yaitu jujur.
5. Mabuk akibat minum minuman keras yang berakibat pada hilangnya kesadaran pikiran. Minuman keras bagi tubuh adalah racun, yang dapat membakar syaraf-syaraf otak, menyempitkan pembuluh darah serta rentan dengan tindakan criminal.
Hal-hal diatas merupakan sebagian kecil saja yang dapat memicu hilangnya kemampuan mengendaliakn diri.
Untuk memudahkan hidup kita, berikut ada beberapa tips pengendalian diri, antara lain:
1. Hindari minuman keras, judi, dan makan teratur (bratha)
2. Ingat bangun sebelum matahari terbit lantunkan Gayatri (sauca)
3. Nikmati hidup dengan kesadaran dan rasa eling akan kebesaran Tuhan (bhakti)
4. Damailah dengan sang hidup, hidup sederhana dan tidak berlebihan. (santih)
5. Usaha yang tekun pada meditasi dan usaha pengendalian diri (tapa)
Jika si A memiliki barang mewah, si B berusaha memilikinya, demikian seterusnya. Bila kita terlalu menuruti keingian orang lain juga dapat berakibat pada buntunya pikiran kita.
Sebagai anugrah agama adalah milik semua insan, dan bukanlah milik orang-orang yang berpendidikan semata, tetapi adalah juga milik mereka yang buta huruf. Karena itu Hindu berusaha agar semua orang yang tinggal di dalamnya mampu belajar tentang esensi dari agama. Pura sesungguhnya semacam kitab suci terbuka, artinya setiap orang yang datang ke Pura diharapkan mampu memetik pelajaran yang berharga.
Dalam penyampaian ajarannya Hindu sangat memperhatikan tiga aspek yang dapat mengarahkan umatnya untuk mengendalikan diri, yaitu keseimbangan antara kebenaran (satyam) yang memudahkan hidup, kesucian (Siwam) yang mengarahkan hidup, dan keindahan (Sundaram) yang menghaluskan hidup. Ketiganya merupakan hal yang tak dapat dipisahkan, Sehingga antara satu dengan yang lainnya saling mendukung. Veda mengajarkan tiga esensi dasar, yang merupakan sadhana, seperti yang dikutip dalam kitab Mahanirwana Tantra antara lain:
1. Mudra, yang berasal dari urat kata Mud, yang artinya membuat senang.
2. Mantra, merupakan Ucapan yang membebaskan pikiran.
3. Yantra, merupakan lambang, simbol Sang Hyang widhi Wasa.
Ke tiga esensi dasar dari sadhana di atas mengandung satyam, siwam, sundaram, artinya mengandung kebenaran, kesucian dan keindahan.
B. PESAN PENGENDALIAN DIRI DALAM KARANG PATRA
Apit Surang atau Candi Bentar
Tidak dapat dipungkiri bahwa letak pura biasanya berjauhan dengan letak pemukiman penduduk. Hal ini menyebabkan orang yang hendak bersembahyang kadang-kadang memiliki pikiran-pikiran yang melayang-layang, oleh karena itulah dengan adanya apit surang diharapkan orang mulai menarik pikirannya agar terfokus pada usaha untuk mendekatkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Kori Agung dan Karang Boma
Kori agung berpesan pada setiap orang yang hendak sembahyang benar-benar mengendalikan pikirannya. Pikiran itu bagaikan kuda liar yang harus ditundukkan. Langkah pertama untuk menangkapnya adalah mempersempit ruang geraknya, langkah berikutnya tidak memberinya makan hingga menjadi lemah, selanjutnya kuda siap menuruti kehendak tuanya. Hal serupa dapat diterapkan untuk menguasai pikiran dengan seni pengosongan pikiran (zero mind process).
Karang boma berpesan, karena terbatasnya waktu kita untuk meningkatkan kehidupan rohani, sehingga diharapkan jangan lagi menunda-nunda untuk berbuat baik, lakukan pengendalian diri sekarang juga. Di dalam kitab Sarasamuscaya disebutkan:
Iking tang janma wwang, ksanikabhawa ta ya, tan pahi lawan kedapning kilat, durlaba towi, matangyan pongakena ya ri kagawayanning dharma sadhana, sakaranangin manasanang sangsara, swargaphala kunang.
Terjemahan:
Kelahiran menjadi manusia pendek dan cepat keadaannya itu, tak tak ubahnya dengan gerlapan kilat, dan amat sukar pula untuk diperoleh; oleh karenanya itu, gunakanlah sebaik-baiknya kesempatan menjadi manusia ini untuk melakukan penunaian dharma, yang menyebabkan musnahnya proses lahir dan mati, sehingga berhasil mencapi sorga.
Karang Gajah atau Karang Asti,
Karang Gajah merupakan ukiran berbentuk kepala gajah. Adapun maknanya adalah hendaknya seseorang haruslah astiti bhakti dengan segenap tekad dan kekuatan yang ada, dengan sungguh-sungguh akan berusaha mengalahkan rintangan-rintangan yang ada.
Kekuatan seseorang terdapat pada ketenangannya menghadapi berbagai persoalan, mampu berbuat baik walau dalam keadaan sulit dan tulus dalam menghadapi hidup. Ketulusan dalam menghadapi hidup adalah kekuatan tak ternilai. Harta ini harus selalu dijaga dengan astiti bakti, menghubungkan diri dengan Sang Hyang Widhi Wasa.
Daun Waru dan Patra Punggel
Motif daun waru yang melambangkan waranugraha, atau anugrah dari Sang Hyang Widhi Wasa. Anugrah baru dirasakan jika seseorang selalu bersyukur dan mampu mengendalikan indriyanya seperti yang digambarkan dalam. Patra punggel. Patra punggel mengisyaratkan agar manusia memotong atau memangkas pikiran-pikiran yang menyebabkan manusia terbelit dalam suka dan duka. Bhagawad Gita menjelaskan:
Melepaskan tanpa kecuali semua keinginan lahir dari keakuan, mengendalikan dengan pikiran semua indria pada semua sisi (BG,VI.24)
Dengan akal budi yang penuh kesabaran, dengan pikiran yang menetap pada atma, biarlah ia mencapai ketenangan perlahan-lahan. Janganlah ia memikirkan apa-apa yang lain (BG. VI.25).
Karena kebahagiaan tertinggi datang pada yogin yang pikirannya tenang yang nafsunya tidak bergolak, yang keadaannya bersihdan bersatu dengan Tuhan (BG. VI. 27)
Dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan tertinggi akan datang jika seseorang mampu mengendalikan pikiran.
Karang Tapel
Karang tapel menandakan bahwa badan kita sesungguhnya sesuatu yang tidak kekal. Janganlah kecantikan, ketampanan masa muda menghalangi tujuan manusia yang sesungguhnya. Namun demikian melalui badan ini manusia mampu mengetahui baik dan buruk. Sarasamuscaya sloka 2 menyebutkan:
Ri sakwehning sarwa bhuta, iking janma wwang juga wenang gumawayaken ikang subhasubhakarma, kuneng panentasakena ring subhakarma ikang asubhakarma, phalaning dadi wwang.
Terjemahan:
Diantara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia sajalah, yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk, leburlah kedalam perbuatan baik, segala perbuatan yang buruk itu; demikianlah gunanya menjadi manusia.
Motif Kakul
Motif kakul atau keong mengisyaratkan agar kemanapun kita selalu memohon perlindungan. Jika keong selalu membawa rumahnya kemana-mana sebagai tempat perlindungan maka manusia hendaknya selalu eling pada sang Maha Pencipta, dan berpegang teguh pada dharma sebagai tempat berlindung. Sarasamuscaya sloka 18, menjelaskan:
Mwang kotaman ikang dharma, prasidda sangkaninghitawasana, irikang mulahaken ya, mwang pinaka sraya sang pandita, sangksepanya, dharma mantasakenikang triloka.
Terjemahan:
Dan keutamaan dharma itu sesungguhnya merupakan sumber datangnya kebahagiaan bagi yang melaksanakannya; lagi pula dharma itu merupakan perlindungan orang yang berilmu; tegasnya hanya dharma yang dapat melebur dosa Triloka atau jagad tiga itu.
Karang Sae
Karang Sae merupakan simbul dari binatang buas, mengisyaratkan agar manusia sadar bahwa dirinya dipenuhi nafsu-nafsu binatang. Di dalam kakawin Ramayana disebutkan
“Ragadi musuh maparo, rihati ya tonggwanya tan madoh ringawak….”.
Artinya :
nafsu adalah musuh yang paling dekat, di hati tempatnya tak jauh dari badan……
Hawa nafsu atau kama yang tidak dikendalikan merupakan rintangan dalam meningkatkan kehidupan spiritual. Latihan mengendalikan kama dapat dilakukan dengan mulai menerima kondisi nyata dari diri kita. Karena kebahagiaan itu bukanlah suatu keadaan miskin atau kaya melainkan suatu sikap mengahadapi kenyataan hidup.
C. KESIMPULAN
Ketika kita mengkondisikan pikiran untuk selalu terkendali, melenyapkan nafsu angkara, menyirami hati nurani dengan cahaya pengetahuan (Vidya) maka dengan sendirinya Viveka Jnana akan tumbuh menjadi payung abadi. Ibarat tedung (payung) yang memberi kesejukan tatkala matahari menyengat, namun ketika hujan turun ia juga mampu melindungi dari air, demikianlah jika seseorang memiliki Viveka akan terlindung dari segala kesengsaraan (suka-duka).
Dengan demikian menjadi teranglah bahwa sesungguhnya apa yang terpahat dalam ornamen seni ukir Karang Patra, mengalir dari “sungai-sungai Veda”, yang menyirami “lembah-lembah hati” yang kering dan gersang, menumbuhkan kesejukan hati, jiwa menjadi tentram dan pikiran terkendali saat itulah mencapai kebahagiaan sejati. Bagaikan air sungai yang mengalir dari berbagai pegunungan yang pada akhirnya akan bermuara di laut. Siapa saja yang mengerti dengan benar ajaran pengendalian diri yang terkandung dalam karang patra, menerapkan semangat yang terkandung didalamnya niscaya ia akan mencapai hidup bahagia. Moksartham jagadhitaya ca iti dharma.
Om Santih, Santih, Santih Om.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Vasudewah sarwam iti
“ Vasudewa h sarwam iti ” Persaudaraan Semesta Oleh : I Gede Adnyana, S.Ag Prakata Pemirsa yang berbahagia, berbagai kejadian...
-
I Gede Adnyana, FDGAH Dunia Maya Ramayana Dan Mahabharata Menyimak “Dongeng” Ramayana dan Mahabharata oleh : Darmayasa “Masih terjadi ...
-
I Gede Adnyana, FDGAH Dunia Maya PESAN HARI GALUNGAN DARI SELEMBAR DAUN DADAP, MERUPAKAN SEBUAH INSPIRASI DALAM PENCARIAN MAKNA GALUNGAN &a...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar